Rabu, 17 Desember 2014

PENGEMBANGAN BERFIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH





PENGEMBANGAN BERFIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto M.Pd.





Oleh :
Muhasanah
(120210302031)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah “dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Suranto M.Pd.selaku dosen pembimbing mata kuliah Strategi Belajar Mengajar. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.



Jember, 10 Oktober 2014

Penyusun





 

 

DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
              1.1            Latar Belakang.................................................................................... 4
              1.2            Rumusan Masalah............................................................................... 4
              1.3            Tujuan ................................................................................................. 4
BAB 2. PEMBAHASAN..................................................................................... 5
              2.1            Hakekat Berfikir Kritis........................................................................ 5
              2.2            Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Berfikir Kritis......................... 10
              2.3            Pengembangan Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah.............. 12

BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17






BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran, nampaknya belum banyak guru yang menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa untuk melakukan proses berpikir kritis. Hal ini terlihat dari kegiatan guru dan siswa pada saat kegiatan belajar-mengajar. Guru menjelaskan apa-apa yang telah disiapkan dan memberikan soal latihan yang bersifat rutin dan prosedural. Siswa hanya mencatat atau menyalin dan cenderung menghafal dengan tanpa makna dan pengertian.
Strategi yang paling sering dilakukan guru untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas, yaitu dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Berdasarkan kondisi kegiatan pembelajaran tersebut, siswa tidak terlatih berpikir kritis. Padahal salah satu tujuan jangka panjang pembelajaran matematika adalah mengembangkan pemikiran yang kritis. Seperti dikatakan Fruner dan Robinson (2004) bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep dengan berbagai pendekatan daripada keterampilan prosedural.
Upaya pembenahan dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan pembelajaran penemuan difokuskan pada pemberian kesempatan siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif artinya pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa baik secara individu maupun kelompok dengan menggunakan belajar kooperatif.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalahnya yaitu:
1)      Bagaimanakah hakekat berfikir kritis?
2)      Apa  sajakah factor yang mempengaruhi berfikir kritis?
3)      Bagaimanakah pengembangan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah?
1.3  Tujuan
1)      Untuk mengetahui hakekat berfikir kritis
2)      Untuk mengerahui factor- factor yang mempengaruhi berfikir kritis
3)      Untuk mengetahui pengembangan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Berfikir Kritis
   - Pengertian
Berpikir kritis (critical thinking) adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Arthur L. Costa (1985:310) menggambarkan bahwa berpikir kritis adalah: "using basic thinking processes to analyze arguments and generate insight into particular meanings and interpretation; also known as directed thinking". R. Matindas (1996:71) menyatakan bahwa: "Berpikir kritis adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran pernyataan yang bersangkutan".
Steven (1991) memberikan pengertian berpikir kritis yaitu berpikir dengan benar dalam memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliable. Berpikir kritis adalah berpikir nalar, reflektif, bertanggung jawab, dan mahir berpikir. Dari pengertian Steven tersebut, seseorang yang berpikir dengan kritis dapat menentukan informasi yang relevan. Berpikir kritis merupakan kegiatan memproses informasi yang akurat sehingga dapat dipercaya, logis, dan kesimpulannya meyakinkan, dan dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab. Seseorang yang berpikir kritis dapat bernalar logis dan membuat kesimpulan yang tepat.
Proses berpikir kritis dapat digambarkan seperti metode ilmiah. Steven (1991) mengutarakan bahwa berpikir kritis adalah metode tentang penyelidikan ilmiah, yaitu: mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, mencari dan mengumpulkan data-data yang relevan, menguji hipotesis secara logis dan evaluasi serta membuat kesimpulan yang reliable. Krulik dan Rudnick (1993) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah mengelompokan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis informasi. Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini juga berarti dapat menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang diberikan, dapat menentukan ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam kelompok data. Berpikir kritis adalah analitis dan reflektif.
Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Dari definisi Ennis tersebut dapat diungkapkan beberapa hal penting. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah pada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis akhirnya memungkinkan kita untuk membuat keputusan.
R. Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pada dasarnya pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan keputusan.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning) dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar. Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran.
Dalam berpikir terdapat tiga jenis informasi yang disimpan atau diingat dalam otak kita Ketiga jenis informasi itu antara lain  adalah :
a)      Isi (content) yaitu apa yang dipikirkan tentang berbagai simbol, angka, kata, kalimat, fakta, aturan, metode, dan sebagainya. Pemahaman akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa disebut kecerdasan isi.
b)       Perasaan (feelings) tentang isi; Pemahaman akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa disebut kecerdasan emosional
c)      Pertanyaan (questions) yang digunakan untuk memproses atau untuk mempergunakan isi. Pemahaman akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa disebut kecerdasan proses
Oleh karena itu seorang anak dapat memiliki tiga kecerdasan, yaitu kecerdasan isi, kecerdasan emosional, dan kecerdasan memproses. Namun dalam hal melatih kecerdasan proses kita juga harus mulai melatih keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses seperti keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan analisis.Jadi dapat kita ketahui bahwa salah satu yang turut mengembangkan keterampilan proses tersebut adalah dengan kita berpikir kritis.
Berikut ini beberapa indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa yang dikutip dari (wahyu, 2010) yaitu sebagai berikut:
a)      Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
b)      Mencari alasan.
c)      Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
d)     Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
e)      Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
f)       Berusaha tetap relevan dengan ide utama
g)       Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
h)      Mencari alternatif.
i)        Bersikap dan berpikir terbuka.
j)        Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
k)         Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah
Setiap indikator dalam berpikir kritis dapat dikelompokkan menjadi beberapa pokok-pokok permasalahan. Pokok Permsalahan tersebeut antara lain adalah:
-          Merumuskan permasalahan: Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. a adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan.
-           Menangkap fakta: Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. c, d, dan g adalah mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
-          Memilih argument: Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. b, f, dan l adalah mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat.
-          Mendeteksi bias : Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. h dan j, dan k adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda.
-          Menentukan akibat: Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. e dan i adalah mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui kita dapat mulai belajar melatih cara berpikir kritis kita dengan membiasakan diri selalu memperbaiki diri karena merasa masih memiliki banyak kekurangan, disiplin, dan konsentrasi ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan merupakan tanda seseorang memiliki pikiran kritis. Dan, inilah pintu menuju kesuksesan. Sebaliknya, jika seseorang telah merasa sudah pintar dan akhirnya malas belajar sehingga tidak mau memperbaiki diri, saat itu pula dia akan tertinggal jauh dari orang lain dan tertelan oleh perubahan zaman.
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang memperoduksi pikiran yang bersifat  imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif. Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang yang memiliki otak kanan yang aktif.
Kegiatan berpikir kritis terdiri dari merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1)      Merumuskan: memberikan batasan dari objek yang diamati. Misalnya dalam mata pelajran sejarah kegiatan merumuskan ini digunakan siswa untuk mengemukakan fakta dari materi yang dipelajari, karena fakta merupakan kerangka berpikir dalam sejarah. Menurut Mestika Zed (2003:51) fakta adalah “tulang punggung” bangunan pengetahuan sejarah. Dapat dicontohkan dengan; “Adipati Unus menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1513 M”. Pernyataan atau kalimat tersebut memang telah terjadi penyerangan Adipati Unus ke Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1513 M atau adanya usaha Adipati Unus untuk menyerang Portugis pada tahun 1513 M.
2)      Menganalisis: proses menelaah, mengupas, ulasan, atau menguraikan ke dalam bagian-bagian yang lebih terperinci. Oleh sebab itu, pertanyaan mengapa (why) yang dikemukakan dalam menganalisis suatu peristiwa sejarah. Dalam hal ini yang dianalisis adalah sebab-akibat suatu peristiwa yang terjadi setelah merumuskan fakta.
3)      Memecahkan Masalah: proses berpikir yang mengaplikasikan konsep kepada beberapa pengertian baru. Tujuannya adalah agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. Dalam hal ini konsep-konsep digunakan dalam menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa sejarah.
4)      Menyimpulkan: proses berpikir yang memperdaya pengetahuan sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan baru. Menurut Mestika Zed (2003:3) penarikan kesimpulan tujuannya adalah mencari atau menguji pengeahuan yang bersifat umum yang disebut generalisasi (pernyataan yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep dan berfungsi sebagai pembantu untuk berpikir dan mengerti) yang tidak harus terikat dengan waktu dan tempat. Salah satu contohnya adalah: Keruntuhan Kerajaan Majapahit adalah alasan-alasan yang serupa yang telah menghancurkan kerajaan-kerajaan lainnya, terutama karena lemahnya kepemimpinan raja dan perpecahan yang terjadi dalam lingkungan kerajaan.
5)      Mengevaluasi: proses penilaian objek yang diamati. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, dan negatif atau gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dalam taksonomi belajar Bloom mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang tinggi. Pada tahap siswa dituntut agar mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.     
Salah satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah keterampilan intelektual. Keterampilan intelektual merupakan seperangkat keterampilan yang mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis keterampilan dapat dimasukkan sebagai keterampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada pogram pengajaran. Keterampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam menentukan proses pengajaran.
2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Berfikir Kritis
               Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya yaitu :
1)      Kondisi fisik: menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
2)      Motivasi: Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3)      Kecemasan: keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam berpikir.
4)      Perkembangan intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses.
5)      Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
2.3 Pengembangan Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah
Menurut Ennis dalam Hadi (2007) ciri-ciri penting siswa yang telah memiliki watak untuk berpikir kritis adalah sebagai berikut.
Mencari pernyataan atau pertanyaan yang jelas artinya atau maksudnya, mencari alasan atas suatu pernyataan, menggunakan dan menyebutkan sumber yang dapat dipercaya, mempertimbangkan situasi secara menyeluruh, berusaha relevan dengan pokok pembicaraan, berusaha mengingat pertimbangan awal atau dasar, mencari alternatif-alternatif, bersifat terbuka, mengambil posisi (atau mengubah posisi) apabila bukti-bukti dan alasan-alasan sudah cukup baginya untuk menentukan posisinya, mencari ketepatan seteliti-telitinya, berurusan dengan bagian-bagian secara berurutan hingga mencapai seluruh keseluruhan yang kompleks, menggunakan kemampuan atau keterampilan kritisnya sendiri, peka terhadap perasaan, tingkat pengetahuan dan tingkat kerumitan berpikir orang lain, menggunakan kemampuan berpikir kritis orang lain.
Kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan pada tulisan ini mengacu pada kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Linn & Gronlund dalam Hadi (2007) yaitu membandingkan, menghubungkan sebab-akibat, memberikan alasan, meringkas, menyimpulkan, berpendapat, mengelompokkan, menciptakan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Keterampilan berpikir kritis tersebut dapat dikembangkan pada pembelajaran biologi melalui model cooperative script. Karena pada model cooperative script, siswa akan melakukan aktivitas-aktivitas yang mengasah keterampilan berpikir kritis siswa.
Kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui latihan. Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat membantu siswa atau orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis, yaitu: (a) menentukan masalah atau isu nyata, proyek, atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi; (b) menentukan poin-poin yang menjadi pandangan; (c) memberikan alasan mengapa poin-poin itu dipertimbangkan untuk dikritisi; (d) membuat asumsi-asumsi yang diperlukan; (e) bahasa yang digunakan harus jelas; (f) membuat alasan yang mendasari dalam fakta-fakta yang meyakinkan; (g) mengajukan kesimpulan; dan (h) menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut.
Lebih lanjut dijelaskan karakteristik dari berpikir kritis menurut Wade dalam Setiawan (2005) adalah menjawab pertanyaan, merumuskan masalah, meneliti fakta-fakta, menganalisis asumsi dan kesalahan, menghindari alasan-alasan yang emasional, menghindari penyederhanaan yang berlebihan, memikirkan intepretasi lain, dan mentoleransi arti ganda. Kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat diperlukan dalam mengajarkan pemecahan masalah pada siswa, karena salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi dan ketrampilan dalam memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah-masalah itu siswa dilatih berpikir kritis melalui latihan. Kesulitan yang umumnya ditemukan pada siswa dalam memecahkan masalah adalah dalam hal memperjelas masalah atau merumuskan masalah yang akan dipecahkan (Slavin, 1997).
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian keterampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran keterampilan berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Secara umum pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah satunya berpikir kritis. Namun, dalam materi sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui sajian sejumlah fakta yang didapat dari bacaan atau sumber lainnya. Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk membangun suatu struktur proses perubahaan peristiwa. Dalam hal ini secara langsung telah dilatih anak didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki proses perubahan. Ini salah satu ciri khas yang tidak diperoleh anak didik melalui pembelajaran lainnya.
Setelah terbentuk pola perubahan, anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan. Latihan pertama, adalah anak disuruh mencari fakta, membuat konsep dan menemukan sebab-akibat dari setiap proses perubahan dalam peristiwa sejarah. Latihan pertama, anak didik ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan melalui fakta (kejadian) masing-masing proses perubahan (how), kapan terjadinya perubahan (when), dimana terjadinya (where) dan siapa pelakunya (Who). Latihan kedua, peserta didik dilatih menginterpretasi untuk menentukan konsep setiap fakta (kejadian) dengan memunculkan pertanyaan ‘apa namanya itu’ (What)? Terakhir, peserta didik dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan, dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan, mengapa terjadi perubahan (Why)? Demikian selanjutnya untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa sejarah latihan berulang ini akan membentuk keterampilan berpikir kritis seperti yang dimuat dalam kurikulum 2006. Salah satu contohnya yaitu, Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1297 – 1326 M? apa penyebabnya? Siapa rajanya? bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai puncak kejayaan? kapan terjadinya? Strategi tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1)      Dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
2)      Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
Pertanyaan diberikan setelah memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa sejarah yang akan dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh pendidik dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi siswa untuk menentukan informasi yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Salah satu karakter seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar siswa dapat menentukan informasi secara mandiri. Sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu sumber belajar.
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun. Berpikir kritis dalam proses pembelajaran sejarah ini dapat terlaksana jika seluruh fakta-fakta mengenai peristiwa sejarah tersebut dapat ditemukan, dengan cara guru dan siswa memiliki sumber dan bahan materi yang lengkap.










BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning) dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar.
Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya yaitu: Keadaan fisik, motivasi , kecemasan, perkembangan intelektual.











DAFTAR PUSTAKA
( diakses pada tanggal 8 oktober 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar