PENGEMBANGAN BERFIKIR KRITIS DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Strategi Belajar Mengajar)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr.
Suranto M.Pd.
Oleh :
Muhasanah
(120210302031)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Berfikir Kritis
dalam Pembelajaran Sejarah “dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini
kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr.
Suranto M.Pd.selaku dosen pembimbing
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar. Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi
kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah
ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun pembaca.
Jember, 10 Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman Judul....................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
1.1
Latar
Belakang.................................................................................... 4
1.2
Rumusan
Masalah............................................................................... 4
1.3
Tujuan ................................................................................................. 4
BAB 2. PEMBAHASAN..................................................................................... 5
2.1
Hakekat Berfikir Kritis........................................................................ 5
2.2
Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Berfikir Kritis......................... 10
2.3
Pengembangan Berfikir Kritis Dalam
Pembelajaran Sejarah.............. 12
BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam proses pembelajaran, nampaknya
belum banyak guru yang menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa
untuk melakukan proses berpikir kritis. Hal ini terlihat dari kegiatan guru dan
siswa pada saat kegiatan belajar-mengajar. Guru menjelaskan apa-apa yang telah
disiapkan dan memberikan soal latihan yang bersifat rutin dan prosedural. Siswa
hanya mencatat atau menyalin dan cenderung menghafal dengan tanpa makna dan
pengertian.
Strategi yang paling sering
dilakukan guru untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi
dengan seluruh kelas, yaitu dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru.
Berdasarkan kondisi kegiatan pembelajaran tersebut, siswa tidak terlatih
berpikir kritis. Padahal salah satu tujuan jangka panjang pembelajaran
matematika adalah mengembangkan pemikiran yang kritis. Seperti dikatakan Fruner
dan Robinson (2004) bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep dengan berbagai
pendekatan daripada keterampilan prosedural.
Upaya pembenahan dalam rangka
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan pembelajaran penemuan difokuskan
pada pemberian kesempatan siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif
artinya pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa baik
secara individu maupun kelompok dengan menggunakan belajar kooperatif.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun Rumusan
Masalahnya yaitu:
1) Bagaimanakah
hakekat berfikir kritis?
2) Apa sajakah factor yang mempengaruhi berfikir
kritis?
3) Bagaimanakah
pengembangan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah?
1.3 Tujuan
1) Untuk
mengetahui hakekat berfikir kritis
2) Untuk
mengerahui factor- factor yang mempengaruhi berfikir kritis
3) Untuk
mengetahui pengembangan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Hakekat Berfikir Kritis
- Pengertian
Berpikir kritis
(critical thinking) adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil
pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Arthur L. Costa (1985:310) menggambarkan bahwa berpikir kritis adalah:
"using basic thinking processes to
analyze arguments and generate insight into particular meanings and
interpretation; also known as directed thinking". R. Matindas
(1996:71) menyatakan bahwa: "Berpikir kritis adalah aktivitas mental yang
dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya evaluasi
berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran
pernyataan yang bersangkutan".
Steven (1991) memberikan pengertian berpikir
kritis yaitu berpikir dengan benar dalam memperoleh pengetahuan yang relevan
dan reliable. Berpikir kritis adalah berpikir nalar, reflektif, bertanggung
jawab, dan mahir berpikir. Dari pengertian Steven tersebut, seseorang yang
berpikir dengan kritis dapat menentukan informasi yang relevan. Berpikir kritis
merupakan kegiatan memproses informasi yang akurat sehingga dapat dipercaya,
logis, dan kesimpulannya meyakinkan, dan dapat membuat keputusan yang
bertanggung jawab. Seseorang yang berpikir kritis dapat bernalar logis dan
membuat kesimpulan yang tepat.
Proses berpikir kritis dapat digambarkan seperti
metode ilmiah. Steven (1991) mengutarakan bahwa berpikir kritis adalah metode
tentang penyelidikan ilmiah, yaitu: mengidentifikasi masalah, merumuskan
hipotesis, mencari dan mengumpulkan data-data yang relevan, menguji hipotesis
secara logis dan evaluasi serta membuat kesimpulan yang reliable. Krulik dan Rudnick (1993) mendefinisikan berpikir
kritis adalah berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua
aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah
mengelompokan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis informasi.
Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi
materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini juga berarti
dapat menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang diberikan, dapat
menentukan ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam kelompok data. Berpikir
kritis adalah analitis dan reflektif.
Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu
proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang
diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Dari
definisi Ennis tersebut dapat diungkapkan beberapa hal penting. Berpikir kritis
difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah pada
sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis akhirnya memungkinkan kita untuk
membuat keputusan.
R. Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu
membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan
besar antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat
keputusan sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan.
Pada dasarnya pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan
dengan pengambilan keputusan.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu
meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning)
dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/problem
solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang
memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang
tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar. Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini
atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis
tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha
mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh
kebenaran.
Dalam
berpikir terdapat tiga jenis informasi yang disimpan atau diingat dalam otak
kita Ketiga jenis informasi itu antara lain adalah :
a) Isi
(content) yaitu apa yang dipikirkan tentang berbagai simbol, angka, kata,
kalimat, fakta, aturan, metode, dan sebagainya. Pemahaman akan hal ini akan
dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa disebut kecerdasan
isi.
b) Perasaan (feelings) tentang isi; Pemahaman
akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan yang biasa
disebut kecerdasan emosional
c) Pertanyaan
(questions) yang digunakan untuk memproses atau untuk mempergunakan isi.
Pemahaman akan hal ini akan dapat merangsang dan juga menumbuhkan kecerdasan
yang biasa disebut kecerdasan proses
Oleh
karena itu seorang anak dapat memiliki tiga kecerdasan, yaitu kecerdasan isi,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan memproses. Namun dalam hal melatih
kecerdasan proses kita juga harus mulai melatih keterampilan berpikir yang
dapat meningkatkan kecerdasan memproses seperti keterampilan berpikir kritis,
keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan
keterampilan analisis.Jadi dapat kita ketahui bahwa salah satu yang turut
mengembangkan keterampilan proses tersebut adalah dengan kita berpikir kritis.
Berikut
ini beberapa indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari
aktivitas kritis siswa yang dikutip dari (wahyu, 2010) yaitu sebagai berikut:
a) Mencari
pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
b) Mencari
alasan.
c) Berusaha
mengetahui informasi dengan baik.
d) Memakai
sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
e) Memperhatikan
situasi dan kondisi secara keseluruhan.
f) Berusaha
tetap relevan dengan ide utama
g) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
h) Mencari
alternatif.
i)
Bersikap dan berpikir terbuka.
j)
Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk
melakukan sesuatu.
k)
Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila
memungkinkan.Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan
masalah
Setiap indikator dalam berpikir kritis dapat dikelompokkan menjadi
beberapa pokok-pokok permasalahan. Pokok Permsalahan tersebeut antara lain
adalah:
-
Merumuskan permasalahan: Indikator kemampuan berpikir
kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. a adalah mampu merumuskan
pokok-pokok permasalahan.
-
Menangkap fakta:
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. c, d, dan g adalah mampu
mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
-
Memilih argument: Indikator yang diturunkan dari
aktivitas kritis no. b, f, dan l adalah mampu memilih argumen logis, relevan
dan akurat.
-
Mendeteksi bias : Indikator yang diturunkan dari
aktivitas kritis no. h dan j, dan k adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan
pada sudut pandang yang berbeda.
-
Menentukan akibat: Indikator yang diturunkan dari
aktivitas kritis no. e dan i adalah mampu menentukan akibat dari suatu
pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui kita dapat mulai belajar melatih
cara berpikir kritis kita dengan membiasakan diri selalu memperbaiki diri
karena merasa masih memiliki banyak kekurangan, disiplin, dan konsentrasi
ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan merupakan tanda seseorang memiliki pikiran
kritis. Dan, inilah pintu menuju kesuksesan. Sebaliknya, jika seseorang telah
merasa sudah pintar dan akhirnya malas belajar sehingga tidak mau memperbaiki
diri, saat itu pula dia akan tertinggal jauh dari orang lain dan tertelan oleh
perubahan zaman.
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian
para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf,
otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap
kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang
memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang
memperoduksi pikiran yang bersifat imajinatif, komprehensif, dan
kontemplatif. Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar
adalah orang yang memiliki otak kanan yang aktif.
Kegiatan
berpikir kritis terdiri dari merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah,
menyimpulkan dan mengevaluasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Merumuskan:
memberikan batasan dari objek yang diamati. Misalnya dalam mata pelajran
sejarah kegiatan merumuskan ini digunakan siswa untuk mengemukakan fakta dari
materi yang dipelajari, karena fakta merupakan kerangka berpikir dalam sejarah.
Menurut Mestika Zed (2003:51) fakta adalah “tulang punggung” bangunan
pengetahuan sejarah. Dapat dicontohkan dengan; “Adipati Unus menyerang Portugis di Malaka pada
tahun 1513 M”. Pernyataan atau kalimat tersebut memang telah terjadi penyerangan Adipati
Unus ke Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1513 M atau adanya usaha
Adipati Unus untuk menyerang Portugis pada tahun 1513 M.
2) Menganalisis:
proses menelaah, mengupas, ulasan, atau menguraikan ke dalam bagian-bagian yang
lebih terperinci. Oleh sebab itu, pertanyaan mengapa (why) yang dikemukakan
dalam menganalisis suatu peristiwa sejarah. Dalam hal ini yang dianalisis
adalah sebab-akibat suatu peristiwa yang terjadi setelah merumuskan fakta.
3) Memecahkan
Masalah: proses berpikir yang mengaplikasikan konsep kepada beberapa pengertian
baru. Tujuannya adalah agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep
dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. Dalam hal ini konsep-konsep
digunakan dalam menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa sejarah.
4) Menyimpulkan:
proses berpikir yang memperdaya pengetahuan sedemikian rupa untuk menghasilkan
sebuah pemikiran atau pengetahuan baru. Menurut Mestika Zed (2003:3) penarikan
kesimpulan tujuannya adalah mencari atau menguji pengeahuan yang bersifat umum
yang disebut generalisasi (pernyataan yang menyatakan hubungan antara
konsep-konsep dan berfungsi sebagai pembantu untuk berpikir dan mengerti) yang
tidak harus terikat dengan waktu dan tempat. Salah satu contohnya adalah:
Keruntuhan Kerajaan Majapahit adalah alasan-alasan yang serupa yang telah
menghancurkan kerajaan-kerajaan lainnya, terutama karena lemahnya kepemimpinan
raja dan perpecahan yang terjadi dalam lingkungan kerajaan.
5) Mengevaluasi:
proses penilaian objek yang diamati. Penilaian ini bisa menjadi netral,
positif, dan negatif atau gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi
biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau
manfaatnya. Dalam taksonomi belajar Bloom mengevaluasi merupakan tahap berpikir
kognitif yang tinggi. Pada tahap siswa dituntut agar mampu mensinergikan
aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Salah
satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah keterampilan
intelektual. Keterampilan intelektual merupakan seperangkat keterampilan yang
mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis keterampilan
dapat dimasukkan sebagai keterampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang
akan dicapai pada pogram pengajaran. Keterampilan tersebut perlu diidentifikasi
untuk dimasukkan baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan
dalam menentukan proses pengajaran.
2.2
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Berfikir Kritis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir
kritis siswa, diantaranya yaitu :
1)
Kondisi fisik: menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik
adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani
kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada
situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka
kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk
bereaksi terhadap respon yanga ada.
2)
Motivasi: Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal
dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan
ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau
memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk
memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat
dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko,
menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih
baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat
memperoleh tujuan dan kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif,
memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil
perilaku.
3)
Kecemasan: keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan
ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000)
kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang
melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan
dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan
mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus
pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan
disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi
seseorang dalam berpikir.
4)
Perkembangan intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan
mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan,
menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap
stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan
usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin
bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan
proses.
5)
Rath et al
(1966) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa
memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa
untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam
kegiatan pembelajaran.
2.3
Pengembangan Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah
Menurut Ennis dalam Hadi (2007) ciri-ciri penting siswa yang
telah memiliki watak untuk berpikir kritis adalah sebagai berikut.
Mencari pernyataan atau pertanyaan
yang jelas artinya atau maksudnya, mencari alasan atas suatu pernyataan,
menggunakan dan menyebutkan sumber yang dapat dipercaya, mempertimbangkan
situasi secara menyeluruh, berusaha relevan dengan pokok pembicaraan, berusaha
mengingat pertimbangan awal atau dasar, mencari alternatif-alternatif, bersifat
terbuka, mengambil posisi (atau mengubah posisi) apabila bukti-bukti dan
alasan-alasan sudah cukup baginya untuk menentukan posisinya, mencari ketepatan
seteliti-telitinya, berurusan dengan bagian-bagian secara berurutan hingga
mencapai seluruh keseluruhan yang kompleks, menggunakan kemampuan atau
keterampilan kritisnya sendiri, peka terhadap perasaan, tingkat pengetahuan dan
tingkat kerumitan berpikir orang lain, menggunakan kemampuan berpikir kritis
orang lain.
Kemampuan berpikir kritis yang
dikembangkan pada tulisan ini mengacu pada kemampuan berpikir kritis yang
dikembangkan oleh Linn & Gronlund dalam Hadi (2007) yaitu membandingkan,
menghubungkan sebab-akibat, memberikan alasan, meringkas, menyimpulkan,
berpendapat, mengelompokkan, menciptakan, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, dan mengevaluasi. Keterampilan berpikir kritis tersebut dapat
dikembangkan pada pembelajaran biologi melalui model cooperative script.
Karena pada model cooperative script, siswa akan melakukan
aktivitas-aktivitas yang mengasah keterampilan berpikir kritis siswa.
Kemampuan berpikir kritis dapat
ditingkatkan melalui latihan. Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat
membantu siswa atau orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir
kritis, yaitu: (a) menentukan masalah atau isu nyata, proyek, atau keputusan
yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi; (b) menentukan poin-poin yang
menjadi pandangan; (c) memberikan alasan mengapa poin-poin itu dipertimbangkan
untuk dikritisi; (d) membuat asumsi-asumsi yang diperlukan; (e) bahasa yang
digunakan harus jelas; (f) membuat alasan yang mendasari dalam fakta-fakta yang
meyakinkan; (g) mengajukan kesimpulan; dan (h) menentukan implikasi dari
kesimpulan tersebut.
Lebih lanjut dijelaskan
karakteristik dari berpikir kritis menurut Wade dalam Setiawan (2005) adalah
menjawab pertanyaan, merumuskan masalah, meneliti fakta-fakta, menganalisis
asumsi dan kesalahan, menghindari alasan-alasan yang emasional, menghindari penyederhanaan
yang berlebihan, memikirkan intepretasi lain, dan mentoleransi arti ganda.
Kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat
diperlukan dalam mengajarkan pemecahan masalah pada siswa, karena salah satu
indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi dan
ketrampilan dalam memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah-masalah itu
siswa dilatih berpikir kritis melalui latihan. Kesulitan yang umumnya ditemukan
pada siswa dalam memecahkan masalah adalah dalam hal memperjelas masalah atau
merumuskan masalah yang akan dipecahkan (Slavin, 1997).
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang
berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau
melakukan penilaian keterampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran
berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan
memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers
RT, Soden R., 2000).
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran keterampilan
berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan
berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir jika penerapannya tidak
sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi
yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa
(Cotton K., 1991).
Secara umum
pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah
satunya berpikir kritis. Namun, dalam materi sejarah strategi pembelajaran
berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui sajian sejumlah fakta yang didapat
dari bacaan atau sumber lainnya. Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk
membangun suatu struktur proses perubahaan peristiwa. Dalam hal ini secara
langsung telah dilatih anak didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki
proses perubahan. Ini salah satu ciri khas yang tidak diperoleh anak didik
melalui pembelajaran lainnya.
Setelah
terbentuk pola perubahan, anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan. Latihan
pertama, adalah anak disuruh mencari fakta, membuat konsep dan menemukan
sebab-akibat dari setiap proses perubahan dalam peristiwa sejarah. Latihan
pertama, anak didik ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan melalui fakta
(kejadian) masing-masing proses perubahan (how), kapan terjadinya perubahan
(when), dimana terjadinya (where) dan siapa pelakunya (Who). Latihan kedua,
peserta didik dilatih menginterpretasi untuk menentukan konsep setiap fakta
(kejadian) dengan memunculkan pertanyaan ‘apa namanya itu’ (What)? Terakhir,
peserta didik dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan, dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan, mengapa terjadi perubahan (Why)? Demikian
selanjutnya untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa sejarah latihan
berulang ini akan membentuk keterampilan berpikir kritis seperti yang dimuat
dalam kurikulum 2006. Salah satu contohnya yaitu, Kerajaan Samudera Pasai
mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1297 – 1326 M? apa penyebabnya? Siapa
rajanya? bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai puncak kejayaan? kapan
terjadinya?
Strategi tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1) Dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
2) Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa
untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
Pertanyaan diberikan setelah memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa
sejarah yang akan dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang
diberikan telah disusun oleh pendidik dengan konsep yang jelas sehingga tidak
memberikan pengalaman bagi siswa untuk menentukan informasi yang diperlukan
untuk membangun konsep sendiri. Salah satu karakter seorang yang berpikir
kritis adalah self regulatory,
sehingga pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar
siswa dapat menentukan informasi secara mandiri. Sehingga setiap siswa
memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan
yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat
mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide
sebagai salah satu sumber belajar.
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga
direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan
berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan
mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang
lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun
pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti
menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun. Berpikir kritis dalam proses
pembelajaran sejarah ini dapat terlaksana jika seluruh fakta-fakta mengenai
peristiwa sejarah tersebut dapat ditemukan, dengan cara guru dan siswa memiliki
sumber dan bahan materi yang lengkap.
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses
berpikir nalar (reasoning) dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan
masalah (deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa
tanpa kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan
reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara
benar.
Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini
atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak
hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha
mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh
kebenaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir
kritis siswa, diantaranya yaitu: Keadaan
fisik, motivasi , kecemasan, perkembangan intelektual.
DAFTAR
PUSTAKA
http://wirasaputra.wordpress.com/2012/01/04/berpikir-kritis-dalam-pembelajaran-ips-di-era-global/
(diakses pada tanggal 8 oktober 2014)
http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/02/kemampuan-berpikir-kritis/
(diakses pada tanggal 8 oktober 2014)
http://www.kajianteori.com/2014/02/pengertian-kemampuan-berpikir-kritis.html
( diakses pada tanggal 8 oktober 2014)
(
diakses pada tanggal 8 oktober 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar