Rabu, 17 Desember 2014

BERFIKIR ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH




BERFIKIR ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto M.Pd.




Oleh :
Muhasanah
(120210302031)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah “dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Suranto M.Pd.selaku dosen pembimbing mata kuliah Strategi Belajar Mengajar. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.



Jember,28 Oktober 2014

Penyusun

 


DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
              1.1            Latar Belakang.................................................................................... 4
              1.2            Rumusan Masalah............................................................................... 4
              1.3            Tujuan ................................................................................................. 5
BAB 2. PEMBAHASAN..................................................................................... 6
              2.1            Pengertian Berfikir Ilmiah .................................................................. 6
              2.2            Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah...................................................................... 8
              2.3            Metode Berfikir Ilmiah....................................................................... 10
              2.4            Langkah – Langkah Berfikir Ilmiah.................................................... 11
              2.5            Manfaat Berfikir Ilmiah...................................................................... 13
              2.6            Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran
Sejarah................................................................................................. 15

BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21


BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang 
Sebagai makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai kemampuan untuk mengetahui diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi kendala dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Karenanya tidak salah jika Tuhan menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi, melalui penciptaan kebudayaan. Proses penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia di mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan manusia untuk berfikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan yang sama dengan manusia dalam hal berfikir, tetapi makhluk yang terakhir hanya dapat berfikir dengan kemampuan terbatas pada instink dan demi kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan hewan, manusia dapat kesadaran manusia dalam proses berfikir melampaui diri dan kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan kebudayaan dan peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat dilakukan oleh makhluk Tuhan yang lain.
Dalam membahas pengetahuan ilmiah, kegiatan berfikir belum dapat dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang disebut sebagai pola fikir. Berfikir dengan mendasarkan pada kerangka fikir tertentu inilah yang disebut sebagai penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah. Dengan demikian tidak semua kegiatan berfikir dapat dikategorikan sebagai kegiatan berfikir ilmiah, dan begitu pula kegiatan penalaran atau suatu berfikir ilmiah tidak sama dengan berfikir.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalahnya yaitu:
1.      Apakah pengertian berfikir ilmiah ?
2.      Apa sajakah Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah?
3.      Bagaimanakah Metode Berfikir Ilmiah?
4.      Bagaimanakah Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah?
5.      Apa sajakah Manfaat Berfikir Ilmiah?
6.      Bagaimankah Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah?
1.3  Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Berfikir Ilmiah
2.      Untuk Mengetahui Mengetahui Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
3.      Untuk Mengetahui Metode Berfikir Ilmiah
4.      Untuk Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah
5.      Untuk Mengetahui Manfaat Berfikir Ilmiah
6.      Untuk Mnegetahui Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam pembelajaran sejarah











BAB 2 PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Berfikir Ilmiah
Pengertian berfikir ilmiah menurut para ahli antara lain:
1.      Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. (Hillway,1956).
2.      Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. (uripsantoso.wordpress.com)
3.      Pengertian berpikir ilmiah (Menurut Salam (1997:139))
1.       Proses atau aktivitas manusia untuk  menemukan/ mendapatkan ilmu. 
2.       Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3.       Sarana berpikir ilmiah.
4.       Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
5.       Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
6.       Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
7.       Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
4.      Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,)
5.      Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian. ( Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
6.      Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman)
7.      Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.(wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas)
8.      Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S. Suria Sumantri, 1984)
9.      Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh mulyana Mubarak, SE)
Berpikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di lingkungan sekolah. Jika dalam suatu pekerjaan untuk menunjukkan hasil dari pekerjaan kita. Kita pasti akan dituntut untuk menunjukkan apa saja hasil dari pekerjaan kita dan semua itu pasti akan diuji kebenarannya sehingga orang lain akan percaya dengan pekerjaan kita.
Berpikir ilmiah juga sangat penting dalam melakukan penelitian sesuatu, baik tentang tanaman, hewan, manusia dan sebagainya. Pasti dalam membuat dan mengumpulkan data itu sendiri harus sesuai dengan kebenaran karena untuk menjelaskan hasil dari penelitian kita dibutuhkan suatu pemikiran yang ilmiah. Selain itu berpikir ilmiah juga tanpa emosi dan berpikir sesuai kebenaran yang ada. Untuk itu sebagai manusia yang ingin selalu menjadi terbaik, kita harus selalu menggunakan pemikiran ilmiah dalam setiap pendapat rasional orang–orang sekitar kita akan selalu menganggap kita tidak berpendapat yang omong kosong.Setiap manusia disamping berpikir ilmiah harus didukung dengan berpikir positif serta pemikiran-pemikiran yang yang baik. Untuk menjadikan setiap pendapat kita selalu dapat dipercaya dan diterima oleh semua orang.
2.2 Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
Adapun ciri- ciri berfikir ilmiah yaitu: 
1)      Harus obyektif
Seorang ilmuwan dituntut  mampu berpikir obyektif atau apa adanya.   Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan  data yang  benar.  Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu  diperoleh dari sumber dan cara  yang benar.  Sebaliknya,   data yang tidak benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu  dibuat-buat, misalnya.  Data yang benar  adalah data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebihTernyata untuk mendapatkan data yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan  harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu.  Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah data palsu. . Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan  seperti ini, maka seorang yang  berpikir ilmiah,   harus hati-hati terhadap  data yang tersedia.
2)      Rasional ( masuk akal)
Seorang berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar.  Mereka bisa  mengenali  kejadian atau peristiwai mulai    apa yang  menjadi sebab dan apa pula  akibatnya.  Segala sesuatu   selalu mengikuti  hukum sebab dan akibat.  Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi  berkembang,  oleh karena  ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah,  maka  orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan,  atau tidak masuk akal.
Orang berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru  bagi  seseorang yang selalu berikir ilmiah  tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji  terlebih dahulu  atas kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang  yang berpikir ilmiah akan  berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya seperti  itu, maka seorang  yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3)      Terbuka
Ciri seseorang  yang berpikir ilmiah adalah terbuka. Ia  selalu  memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka dan  masih bisa diisi kembali. Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan,  baik  berupa  pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya  sendiri saja  yang benar dan  selalu mengabaikan lainnya  dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4)      Selalu Berorientasi pada Kebenaran
Seorang berpikir ilmiah adalah selalu berorientasi pada kebenaran,  dan bukan pada kalah dan menang. Seorang yang berpikir ilmiah sanggup  merasa kalah tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya  merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana apapun   harus mampu mengendalikan diri,  agar tidak bersikap emosional, subyektif,  dan tertutup.  Keempat hal itulah setidaknya yang harus disandang oleh warga kampus yang biasa disebut mampu berpikir ilmiah.
2.3 Metode Berfikir Ilmiah
Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “Meta” yang artinya sesudah atau dibalik sesuatu, dan “Hodos” yang artinya jalan yang harus ditempuh (Richard, 1986). Jadi metode berarti langkah-langkah (cara dan teknik) yang diambil menurut urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan tertentu. Jadi metode berfikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan, serta untuk membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya (Branner, 2002).
Metode ilmiah ini adalah sebuah prosedur yang digunakan para ilmuan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukannya dengan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan kembali kepada pengetahuan yang telah ada (Kattsoff, 1992). Tujuan dari penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas pada ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu (Milton, 2004).
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta eksperimen dan observasi.
Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).

2.4 Langkah-Langkah Metode Ilmiah

Metode ilmiah dilakukan secara sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:
  1. Merumuskan masalah.
  2. Merumuskan hipotesis.
  3. Mengumpulkan data.
  4. Menguji hipotesis.
  5. Merumuskan kesimpulan.

1.      Merumuskan Masalah

Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya masalah. Permasalahan ini kemudian harus dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian menyimpulkannya. Perumusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin memecahkan sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya sendiri belum dirumuskan?

2.      Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat memabntu mengarahkan pada proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seringkali pada saat melakukan penelitian, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh karena itu melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data yang benar-benar dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

3.      Mengumpulkan Data

Pengumpulan data merupakan tahapan yang agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang sedang menerapkan metode ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskannya. Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode ilmiah, sebab berkaitan dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan bergantung pada data yang dikumpulkan.

4.      Menguji Hipotesis

Sudah disebutkan sebelumnya bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang telah diajukan. Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis. Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis tersebut. Karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus terlebih dahulu menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang tetapkan maka akan semakin tinggi pula derjat kepercayaan terhadap hasil suatu penelitian.Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi berhubungan dengan ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri.

5.      Merumuskan Kesimpulan

Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan, walaupun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan karena banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting, walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukannya.
2.4 Manfaat Berfikir Ilmiah
Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi kehidupan manusia. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia terus mengembangkan pengetahuannya (Liang, 1982).
Menurut Sugiharto (1996) ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
1.      Berpegang pada sesuartu yang telah ada (metode keteguhan).
2.      Merujuk kepada pendapat ahli
3.      Berpegang pada intuisi (metode intuisi)
4.      Menggunakan metode ilmiah
Dari keempat itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan manusia. Namun cara yang keempat ini, sering disebut sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian (Magnis, 1992). Cara kerja ilmuan dengan penelitian ilmiah, muncul sebagai reaksi dari tantangan yang dihadapi manusia. Pemecahan masalah melalui metode  ilmiah tidak akan pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memecahkan setiap masalah yang di hadapinya (Jammer, 1999).
Ilmuan biasanya bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan menghindari diri dari pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap pengetahuan yang berasal dari paham orang awam, mendorong kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik ulang semua pengetahuan manusia untuk mendapat pengetahuan yang hakiki (Capra, 1998). Ilmuan mempunyai falsafah yang sama, yaitu dalam penggunaan cara menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode ilmiah (Noeng, 1996). Metode ilmiah selalu digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah tertentu dalam kajian tertentu, dapat memudahkan ilmuan dan pengguna hasil keilmuannya dapat memudahkan melakukan penelusuran. Dalam ilmu pengetahuan ilmiah, “tidak ada” kebenaran yang sekedar berada di awang-awang meskipun atas nama logika. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik dan indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji (Hardiman, 2004).
2.6 Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah
Kurikulum yang gencar-gencarnya pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini menjadi pengganti dari kurikulum sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013, muncul istilah pendekatan ilmiah atau saintific approach yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang menjadi petunjuk  keberlangsungan proses belajar mengajar. Pendekatan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa ini pun diharapkan menjadi salah satu jalan untuk generasi muda bangsa setara dengan anak-anak bangsa lain.
Pendekatan menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yg diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian; acangan. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah. Jadi dapat diartikan bahwa pendekatan ilmiah merupakan cara yang digunakan dalam mendalami suatu masalah dengan bidang keilmuan tertentu atau teori tertentu karena itu menurut Rahmat (2013) banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode.
Pendekatan ilmiah atau saintific approach dalam Kurikulum 2013 menurut Muhammad Faiq (2013) pada hakikatnya merupakan titian emas perkembangan dan pengembangan sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif) siswa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan ilmiah merupakan ciri khas dari Kurikulum 2013 dan menjadi kekuatan tersendiri bagi eksistensi Kurikulum 2013 terbukti dari Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. (Sudrajat, 2013)
Penerapan Pendekatan Ilmiah memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya yaitu:
a)      Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b)      Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c)      Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
d)     Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
e)      Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
f)       Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
g)      Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. (Kemdikbud, 2013: 2-3)

Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud  meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah.
Pembelajaran pada pendekatan ilmiah atau scientific dimulai dari proses mengamati. Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Konsep pembelajaran bermakna dapat dirancang sebelumnya oleh guru, hal ini seperti yang dijelaskan oleh E. Mulyasa (2013: 103) bahwa dalam pembelajaran bermakna peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari kegiatan pembelajaran serta pembentukan kompetensi dan karakter. Metode mengamati sangat baik untuk memenuhi rasa ingin tahu dari siswa walaupun tak dapat disangsikan memerlukan tenaga dan persiapan yang matang.
Selanjutnya setelah mengamati adalah menanya. Fungsi dari menanya seperti yang terdapat dalam Kemdikbud (2013: 21) salah satunya adalah membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hal tersebut memperlihatkan bahwa dengan pendekatan ilmiah dapat mengasah kemampuan siswa tidak hanya  dalam berpikir tetapi juga menuangkan pemikirannya dalam kata-kata dengan bahasa yang baik dan benar.
Bagian ketiga dari pendekatan ilmiah adalah menalar atau Penalaran (Penalaran Ilmiah) merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar dalam Kurikulum 2013 merupakan padanan dari associating bukan terjemahan reasoning. (Kemdikbud, 2013: 27)
Bagian selanjutnya adalah mencoba, Kegiatan ini tentu saja harus diiringi dengan penggunaan metode ilmiah dan sesuai dengan kaidah-kaidah serta sikap ilmiah.
Sedangkan yang terakhir adalah Membentuk Jejaring, dalam hal ini siswa dituntut untuk partisipatif dan guru bertindak sebagai mediator, dalam membentuk jejaring dianjurkan kepada guru untuk membentuk kelompok yang heterogen.
Komponen-komponen yang meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membentuk jejaring menjadi tantangan tersendiri bagi pelaksana kurikulum diantaranya sekolah utamanya adalah guru mata pelajaran. Sejarah sebagai pelajaran yang memiliki porsi lebih banyak dalam Kurikulum 2013 diharapkan menjadi salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk karakter peserta didik. Penerapan pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran sejarah memberikan tantangan besar terhadap guru sejarah. Keterbatasan sumber dan kompetensi guru dalam mengondusifkan kondisi pembelajaran menjadi salah satu problematika yang urgen dalam penerapan pendekatan ilmiah mata pelajaran sejarah. Selanjutnya, problematika tersebut akan dijelskan ditinjau dari berbagai aspek.
Aspek pertama yang ditinjau adalah aspek kognitif, dalam penerapan Kurikulum 2013 aspek kognitif berkaitan dengan mengamati dan menalar. Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningful learning) dapat dilakukan dengan mengunjungi atau melihat langsung objek. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, problematika yang diangkat adalah keterbatasan sumber. Kegiatan mengamati yang harus melihat langsung objek menjadi problematika tersendiri, karena tidak semua objek dapat dilihat secara nyata jika tidak adanya media yang memadai ini menyulitkan proses pembelajaran. Maka perlu adanya dukungan kreativitas dari guru.
Selanjutnya menalar, penalaran pun perlu ditekankan bahwa sumber yang tersedia bukanlah hasil yang fix sebagai historiografi yang mutlak namun hal tersebut adalah interpretasi sejarawan yang bisa saja berbeda atau ditemukan fakta baru. Maka terhadap sumber yang tersedia guru tidak menyatakan mutlak salah satu historiografi sebagai sejarah yang mutlak. Dengan demikian, pada ranah kognitif peserta didik diberi kesempatan untuk mencari sendiri dan guru bertindak sebagai mediator, agar pengetahuan itu menjadi bermakna.
Aspek selanjutnya yaitu aspek afektif, dalam hal ini kaitannya dengan  mencoba. Mencoba yang sebelumnya dijelaskan perlu memiliki sikap ilmiah, dalam hal ini agak kesulitan juga karena dalam kaitannya dengan mencoba siswa dituntut untuk lebih aktif. Dalam hal ini misalnya diadakan penelitian kecil-kecilan, tentu saja sumber juga terbatas dan kesulitan karena untuk sekolah menengah ini menjadi salah satu kendala. Mengkaji dari hal ini, kegiatan mencoba juga merupakan kegiatan yang memiliki kendala cukup besar uatamanya dalam pembelajaran sejarah, jadi menurut saya tidak semua kompetensi dalam pembelajaran sejarah dapat melakukan kegiatan mencoba, untuk itu perlu menjadi perhatian bagi guru dalam pembuatan RPP dan pelaksanaanya.
Aspek yang terakhir yaitu aspek psikomotor, aspek ini berkaitan dengan membentuk jejaring dan menanya. Menanya seperti yang diungkapkan sebelumnya, dilakukan untuk mengembangkan keterampilan berbicara dan membentuk jejaring yang dalam hal ini saya artikan menjadi ‘mencipta’ jadi diharapkan setelah proses pembelajaran siswa menghasilkan product.
Kompetensi guru yang memadai juga menjadi penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring tidak akan bermakna jika guru tetap bertahan pada ‘gaya lama’ dalam mengajar.  Maka perlu menjadi catatan, bahwa orientasi kurikulum dimana siswa sebagai pusat perlu memerhatikan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar. Solusinya yaitu sosialisasi yang lebih intim dari pihak terkait karena posisi guru adalah posisi penting dalam pelaksanaan kurikulum 2013.










BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di lingkungan sekolah.
Kurikulum yang gencar-gencarnya pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini menjadi pengganti dari kurikulum sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013, muncul istilah pendekatan ilmiah atau saintific approach yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang menjadi petunjuk  keberlangsungan proses belajar mengajar. Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud  meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah.



DAFTAR PUSTAKA






BERFIKIR ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto M.Pd.




Oleh :
Muhasanah
(120210302031)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah “dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Suranto M.Pd.selaku dosen pembimbing mata kuliah Strategi Belajar Mengajar. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.



Jember,28 Oktober 2014

Penyusun

 


DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
              1.1            Latar Belakang.................................................................................... 4
              1.2            Rumusan Masalah............................................................................... 4
              1.3            Tujuan ................................................................................................. 5
BAB 2. PEMBAHASAN..................................................................................... 6
              2.1            Pengertian Berfikir Ilmiah .................................................................. 6
              2.2            Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah...................................................................... 8
              2.3            Metode Berfikir Ilmiah....................................................................... 10
              2.4            Langkah – Langkah Berfikir Ilmiah.................................................... 11
              2.5            Manfaat Berfikir Ilmiah...................................................................... 13
              2.6            Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran
Sejarah................................................................................................. 15

BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21


BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang 
Sebagai makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai kemampuan untuk mengetahui diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi kendala dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Karenanya tidak salah jika Tuhan menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi, melalui penciptaan kebudayaan. Proses penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia di mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan manusia untuk berfikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan yang sama dengan manusia dalam hal berfikir, tetapi makhluk yang terakhir hanya dapat berfikir dengan kemampuan terbatas pada instink dan demi kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan hewan, manusia dapat kesadaran manusia dalam proses berfikir melampaui diri dan kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan kebudayaan dan peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat dilakukan oleh makhluk Tuhan yang lain.
Dalam membahas pengetahuan ilmiah, kegiatan berfikir belum dapat dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang disebut sebagai pola fikir. Berfikir dengan mendasarkan pada kerangka fikir tertentu inilah yang disebut sebagai penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah. Dengan demikian tidak semua kegiatan berfikir dapat dikategorikan sebagai kegiatan berfikir ilmiah, dan begitu pula kegiatan penalaran atau suatu berfikir ilmiah tidak sama dengan berfikir.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalahnya yaitu:
1.      Apakah pengertian berfikir ilmiah ?
2.      Apa sajakah Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah?
3.      Bagaimanakah Metode Berfikir Ilmiah?
4.      Bagaimanakah Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah?
5.      Apa sajakah Manfaat Berfikir Ilmiah?
6.      Bagaimankah Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah?
1.3  Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Berfikir Ilmiah
2.      Untuk Mengetahui Mengetahui Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
3.      Untuk Mengetahui Metode Berfikir Ilmiah
4.      Untuk Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah
5.      Untuk Mengetahui Manfaat Berfikir Ilmiah
6.      Untuk Mnegetahui Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam pembelajaran sejarah











BAB 2 PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Berfikir Ilmiah
Pengertian berfikir ilmiah menurut para ahli antara lain:
1.      Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. (Hillway,1956).
2.      Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. (uripsantoso.wordpress.com)
3.      Pengertian berpikir ilmiah (Menurut Salam (1997:139))
1.       Proses atau aktivitas manusia untuk  menemukan/ mendapatkan ilmu. 
2.       Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3.       Sarana berpikir ilmiah.
4.       Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
5.       Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
6.       Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
7.       Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
4.      Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,)
5.      Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian. ( Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
6.      Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman)
7.      Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.(wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas)
8.      Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S. Suria Sumantri, 1984)
9.      Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh mulyana Mubarak, SE)
Berpikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di lingkungan sekolah. Jika dalam suatu pekerjaan untuk menunjukkan hasil dari pekerjaan kita. Kita pasti akan dituntut untuk menunjukkan apa saja hasil dari pekerjaan kita dan semua itu pasti akan diuji kebenarannya sehingga orang lain akan percaya dengan pekerjaan kita.
Berpikir ilmiah juga sangat penting dalam melakukan penelitian sesuatu, baik tentang tanaman, hewan, manusia dan sebagainya. Pasti dalam membuat dan mengumpulkan data itu sendiri harus sesuai dengan kebenaran karena untuk menjelaskan hasil dari penelitian kita dibutuhkan suatu pemikiran yang ilmiah. Selain itu berpikir ilmiah juga tanpa emosi dan berpikir sesuai kebenaran yang ada. Untuk itu sebagai manusia yang ingin selalu menjadi terbaik, kita harus selalu menggunakan pemikiran ilmiah dalam setiap pendapat rasional orang–orang sekitar kita akan selalu menganggap kita tidak berpendapat yang omong kosong.Setiap manusia disamping berpikir ilmiah harus didukung dengan berpikir positif serta pemikiran-pemikiran yang yang baik. Untuk menjadikan setiap pendapat kita selalu dapat dipercaya dan diterima oleh semua orang.
2.2 Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
Adapun ciri- ciri berfikir ilmiah yaitu: 
1)      Harus obyektif
Seorang ilmuwan dituntut  mampu berpikir obyektif atau apa adanya.   Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan  data yang  benar.  Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu  diperoleh dari sumber dan cara  yang benar.  Sebaliknya,   data yang tidak benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu  dibuat-buat, misalnya.  Data yang benar  adalah data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebihTernyata untuk mendapatkan data yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan  harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu.  Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah data palsu. . Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan  seperti ini, maka seorang yang  berpikir ilmiah,   harus hati-hati terhadap  data yang tersedia.
2)      Rasional ( masuk akal)
Seorang berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar.  Mereka bisa  mengenali  kejadian atau peristiwai mulai    apa yang  menjadi sebab dan apa pula  akibatnya.  Segala sesuatu   selalu mengikuti  hukum sebab dan akibat.  Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi  berkembang,  oleh karena  ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah,  maka  orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan,  atau tidak masuk akal.
Orang berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru  bagi  seseorang yang selalu berikir ilmiah  tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji  terlebih dahulu  atas kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang  yang berpikir ilmiah akan  berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya seperti  itu, maka seorang  yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3)      Terbuka
Ciri seseorang  yang berpikir ilmiah adalah terbuka. Ia  selalu  memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka dan  masih bisa diisi kembali. Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan,  baik  berupa  pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya  sendiri saja  yang benar dan  selalu mengabaikan lainnya  dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4)      Selalu Berorientasi pada Kebenaran
Seorang berpikir ilmiah adalah selalu berorientasi pada kebenaran,  dan bukan pada kalah dan menang. Seorang yang berpikir ilmiah sanggup  merasa kalah tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya  merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana apapun   harus mampu mengendalikan diri,  agar tidak bersikap emosional, subyektif,  dan tertutup.  Keempat hal itulah setidaknya yang harus disandang oleh warga kampus yang biasa disebut mampu berpikir ilmiah.
2.3 Metode Berfikir Ilmiah
Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “Meta” yang artinya sesudah atau dibalik sesuatu, dan “Hodos” yang artinya jalan yang harus ditempuh (Richard, 1986). Jadi metode berarti langkah-langkah (cara dan teknik) yang diambil menurut urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan tertentu. Jadi metode berfikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan, serta untuk membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya (Branner, 2002).
Metode ilmiah ini adalah sebuah prosedur yang digunakan para ilmuan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukannya dengan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan kembali kepada pengetahuan yang telah ada (Kattsoff, 1992). Tujuan dari penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas pada ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu (Milton, 2004).
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta eksperimen dan observasi.
Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).

2.4 Langkah-Langkah Metode Ilmiah

Metode ilmiah dilakukan secara sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:
  1. Merumuskan masalah.
  2. Merumuskan hipotesis.
  3. Mengumpulkan data.
  4. Menguji hipotesis.
  5. Merumuskan kesimpulan.

1.      Merumuskan Masalah

Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya masalah. Permasalahan ini kemudian harus dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian menyimpulkannya. Perumusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin memecahkan sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya sendiri belum dirumuskan?

2.      Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat memabntu mengarahkan pada proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seringkali pada saat melakukan penelitian, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh karena itu melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data yang benar-benar dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

3.      Mengumpulkan Data

Pengumpulan data merupakan tahapan yang agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang sedang menerapkan metode ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskannya. Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode ilmiah, sebab berkaitan dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan bergantung pada data yang dikumpulkan.

4.      Menguji Hipotesis

Sudah disebutkan sebelumnya bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang telah diajukan. Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis. Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis tersebut. Karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus terlebih dahulu menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang tetapkan maka akan semakin tinggi pula derjat kepercayaan terhadap hasil suatu penelitian.Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi berhubungan dengan ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri.

5.      Merumuskan Kesimpulan

Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan, walaupun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan karena banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting, walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukannya.
2.4 Manfaat Berfikir Ilmiah
Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi kehidupan manusia. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia terus mengembangkan pengetahuannya (Liang, 1982).
Menurut Sugiharto (1996) ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
1.      Berpegang pada sesuartu yang telah ada (metode keteguhan).
2.      Merujuk kepada pendapat ahli
3.      Berpegang pada intuisi (metode intuisi)
4.      Menggunakan metode ilmiah
Dari keempat itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan manusia. Namun cara yang keempat ini, sering disebut sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian (Magnis, 1992). Cara kerja ilmuan dengan penelitian ilmiah, muncul sebagai reaksi dari tantangan yang dihadapi manusia. Pemecahan masalah melalui metode  ilmiah tidak akan pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memecahkan setiap masalah yang di hadapinya (Jammer, 1999).
Ilmuan biasanya bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan menghindari diri dari pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap pengetahuan yang berasal dari paham orang awam, mendorong kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik ulang semua pengetahuan manusia untuk mendapat pengetahuan yang hakiki (Capra, 1998). Ilmuan mempunyai falsafah yang sama, yaitu dalam penggunaan cara menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode ilmiah (Noeng, 1996). Metode ilmiah selalu digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah tertentu dalam kajian tertentu, dapat memudahkan ilmuan dan pengguna hasil keilmuannya dapat memudahkan melakukan penelusuran. Dalam ilmu pengetahuan ilmiah, “tidak ada” kebenaran yang sekedar berada di awang-awang meskipun atas nama logika. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik dan indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji (Hardiman, 2004).
2.6 Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah
Kurikulum yang gencar-gencarnya pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini menjadi pengganti dari kurikulum sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013, muncul istilah pendekatan ilmiah atau saintific approach yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang menjadi petunjuk  keberlangsungan proses belajar mengajar. Pendekatan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa ini pun diharapkan menjadi salah satu jalan untuk generasi muda bangsa setara dengan anak-anak bangsa lain.
Pendekatan menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yg diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian; acangan. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah. Jadi dapat diartikan bahwa pendekatan ilmiah merupakan cara yang digunakan dalam mendalami suatu masalah dengan bidang keilmuan tertentu atau teori tertentu karena itu menurut Rahmat (2013) banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode.
Pendekatan ilmiah atau saintific approach dalam Kurikulum 2013 menurut Muhammad Faiq (2013) pada hakikatnya merupakan titian emas perkembangan dan pengembangan sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif) siswa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan ilmiah merupakan ciri khas dari Kurikulum 2013 dan menjadi kekuatan tersendiri bagi eksistensi Kurikulum 2013 terbukti dari Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. (Sudrajat, 2013)
Penerapan Pendekatan Ilmiah memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya yaitu:
a)      Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b)      Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c)      Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
d)     Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
e)      Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
f)       Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
g)      Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. (Kemdikbud, 2013: 2-3)

Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud  meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah.
Pembelajaran pada pendekatan ilmiah atau scientific dimulai dari proses mengamati. Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Konsep pembelajaran bermakna dapat dirancang sebelumnya oleh guru, hal ini seperti yang dijelaskan oleh E. Mulyasa (2013: 103) bahwa dalam pembelajaran bermakna peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari kegiatan pembelajaran serta pembentukan kompetensi dan karakter. Metode mengamati sangat baik untuk memenuhi rasa ingin tahu dari siswa walaupun tak dapat disangsikan memerlukan tenaga dan persiapan yang matang.
Selanjutnya setelah mengamati adalah menanya. Fungsi dari menanya seperti yang terdapat dalam Kemdikbud (2013: 21) salah satunya adalah membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hal tersebut memperlihatkan bahwa dengan pendekatan ilmiah dapat mengasah kemampuan siswa tidak hanya  dalam berpikir tetapi juga menuangkan pemikirannya dalam kata-kata dengan bahasa yang baik dan benar.
Bagian ketiga dari pendekatan ilmiah adalah menalar atau Penalaran (Penalaran Ilmiah) merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar dalam Kurikulum 2013 merupakan padanan dari associating bukan terjemahan reasoning. (Kemdikbud, 2013: 27)
Bagian selanjutnya adalah mencoba, Kegiatan ini tentu saja harus diiringi dengan penggunaan metode ilmiah dan sesuai dengan kaidah-kaidah serta sikap ilmiah.
Sedangkan yang terakhir adalah Membentuk Jejaring, dalam hal ini siswa dituntut untuk partisipatif dan guru bertindak sebagai mediator, dalam membentuk jejaring dianjurkan kepada guru untuk membentuk kelompok yang heterogen.
Komponen-komponen yang meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membentuk jejaring menjadi tantangan tersendiri bagi pelaksana kurikulum diantaranya sekolah utamanya adalah guru mata pelajaran. Sejarah sebagai pelajaran yang memiliki porsi lebih banyak dalam Kurikulum 2013 diharapkan menjadi salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk karakter peserta didik. Penerapan pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran sejarah memberikan tantangan besar terhadap guru sejarah. Keterbatasan sumber dan kompetensi guru dalam mengondusifkan kondisi pembelajaran menjadi salah satu problematika yang urgen dalam penerapan pendekatan ilmiah mata pelajaran sejarah. Selanjutnya, problematika tersebut akan dijelskan ditinjau dari berbagai aspek.
Aspek pertama yang ditinjau adalah aspek kognitif, dalam penerapan Kurikulum 2013 aspek kognitif berkaitan dengan mengamati dan menalar. Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningful learning) dapat dilakukan dengan mengunjungi atau melihat langsung objek. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, problematika yang diangkat adalah keterbatasan sumber. Kegiatan mengamati yang harus melihat langsung objek menjadi problematika tersendiri, karena tidak semua objek dapat dilihat secara nyata jika tidak adanya media yang memadai ini menyulitkan proses pembelajaran. Maka perlu adanya dukungan kreativitas dari guru.
Selanjutnya menalar, penalaran pun perlu ditekankan bahwa sumber yang tersedia bukanlah hasil yang fix sebagai historiografi yang mutlak namun hal tersebut adalah interpretasi sejarawan yang bisa saja berbeda atau ditemukan fakta baru. Maka terhadap sumber yang tersedia guru tidak menyatakan mutlak salah satu historiografi sebagai sejarah yang mutlak. Dengan demikian, pada ranah kognitif peserta didik diberi kesempatan untuk mencari sendiri dan guru bertindak sebagai mediator, agar pengetahuan itu menjadi bermakna.
Aspek selanjutnya yaitu aspek afektif, dalam hal ini kaitannya dengan  mencoba. Mencoba yang sebelumnya dijelaskan perlu memiliki sikap ilmiah, dalam hal ini agak kesulitan juga karena dalam kaitannya dengan mencoba siswa dituntut untuk lebih aktif. Dalam hal ini misalnya diadakan penelitian kecil-kecilan, tentu saja sumber juga terbatas dan kesulitan karena untuk sekolah menengah ini menjadi salah satu kendala. Mengkaji dari hal ini, kegiatan mencoba juga merupakan kegiatan yang memiliki kendala cukup besar uatamanya dalam pembelajaran sejarah, jadi menurut saya tidak semua kompetensi dalam pembelajaran sejarah dapat melakukan kegiatan mencoba, untuk itu perlu menjadi perhatian bagi guru dalam pembuatan RPP dan pelaksanaanya.
Aspek yang terakhir yaitu aspek psikomotor, aspek ini berkaitan dengan membentuk jejaring dan menanya. Menanya seperti yang diungkapkan sebelumnya, dilakukan untuk mengembangkan keterampilan berbicara dan membentuk jejaring yang dalam hal ini saya artikan menjadi ‘mencipta’ jadi diharapkan setelah proses pembelajaran siswa menghasilkan product.
Kompetensi guru yang memadai juga menjadi penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring tidak akan bermakna jika guru tetap bertahan pada ‘gaya lama’ dalam mengajar.  Maka perlu menjadi catatan, bahwa orientasi kurikulum dimana siswa sebagai pusat perlu memerhatikan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar. Solusinya yaitu sosialisasi yang lebih intim dari pihak terkait karena posisi guru adalah posisi penting dalam pelaksanaan kurikulum 2013.










BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di lingkungan sekolah.
Kurikulum yang gencar-gencarnya pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini menjadi pengganti dari kurikulum sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013, muncul istilah pendekatan ilmiah atau saintific approach yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang menjadi petunjuk  keberlangsungan proses belajar mengajar. Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud  meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah.



DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar