BERFIKIR ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN
SEJARAH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Strategi Belajar Mengajar)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr.
Suranto M.Pd.
Oleh :
Muhasanah
(120210302031)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Berfikir Ilmiah
Dalam Pembelajaran Sejarah “dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini
kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr.
Suranto M.Pd.selaku dosen pembimbing
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar. Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi
kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah
ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun pembaca.
Jember,28
Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman Judul....................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
1.1
Latar
Belakang.................................................................................... 4
1.2
Rumusan
Masalah............................................................................... 4
1.3
Tujuan ................................................................................................. 5
BAB 2. PEMBAHASAN..................................................................................... 6
2.1
Pengertian
Berfikir Ilmiah .................................................................. 6
2.2
Ciri- Ciri
Berfikir Ilmiah...................................................................... 8
2.3
Metode Berfikir Ilmiah....................................................................... 10
2.4
Langkah –
Langkah Berfikir Ilmiah.................................................... 11
2.5
Manfaat
Berfikir Ilmiah...................................................................... 13
2.6
Cara
Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran
Sejarah................................................................................................. 15
BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai
makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai kemampuan untuk mengetahui
diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi kendala
dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Karenanya tidak salah jika Tuhan
menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi, melalui
penciptaan kebudayaan. Proses penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang
didapatkan oleh manusia di mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni
kemampuan manusia untuk berfikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan
yang sama dengan manusia dalam hal berfikir, tetapi makhluk yang terakhir hanya
dapat berfikir dengan kemampuan terbatas pada instink dan demi kelangsungan
hidupnya. Berbeda dengan hewan, manusia dapat kesadaran manusia dalam proses
berfikir melampaui diri dan kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan
kebudayaan dan peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat
dilakukan oleh makhluk Tuhan yang lain.
Dalam
membahas pengetahuan ilmiah, kegiatan berfikir belum dapat dimasukkan sebagai
bagian dari kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi beberapa persyaratan tertentu
yang disebut sebagai pola fikir. Berfikir dengan mendasarkan pada kerangka
fikir tertentu inilah yang disebut sebagai penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah.
Dengan demikian tidak semua kegiatan berfikir dapat dikategorikan sebagai
kegiatan berfikir ilmiah, dan begitu pula kegiatan penalaran atau suatu
berfikir ilmiah tidak sama dengan berfikir.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan
Masalahnya yaitu:
1. Apakah
pengertian berfikir ilmiah ?
2. Apa
sajakah Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah?
3. Bagaimanakah
Metode Berfikir Ilmiah?
4. Bagaimanakah
Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah?
5. Apa
sajakah Manfaat Berfikir Ilmiah?
6. Bagaimankah
Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah?
1.3 Tujuan
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Berfikir Ilmiah
2. Untuk
Mengetahui Mengetahui Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
3. Untuk
Mengetahui Metode Berfikir Ilmiah
4. Untuk
Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah
5. Untuk
Mengetahui Manfaat Berfikir Ilmiah
6. Untuk
Mnegetahui Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam pembelajaran sejarah
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Berfikir Ilmiah
Pengertian berfikir ilmiah menurut
para ahli antara lain:
1. Berfikir ilmiah adalah
berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas secara
mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan. (Hillway,1956).
2. Berpikir ilmiah adalah
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb.
secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan atau
menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. (uripsantoso.wordpress.com)
3. Pengertian berpikir ilmiah (Menurut Salam (1997:139))
1. Proses atau
aktivitas manusia untuk menemukan/ mendapatkan ilmu.
2. Proses berpikir
untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3. Sarana berpikir
ilmiah.
4. Sarana berpikir
ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang
harus ditempuh.
5. Tanpa penguasaan
sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir
ilmiah yang baik.
6. Merupakan alat
bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
7. Mempunyai metode
tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya
sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
4. Berpikir merupakan
kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah
kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,)
5. Berpikir ilmiah, yaitu
berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai
pembuktian-pembuktian. ( Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
6. Berfikir ilmiah merupakan
proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang
berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman)
7. Logika alamiah adalah
kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.(wikipedia bahasa
indonesia, ensiklopedia bebas)
8. Berfikir ilmiah adalah
pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S. Suria Sumantri, 1984)
9. Berpikir ilmiah adalah
metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh
mulyana Mubarak, SE)
Berpikir
Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan
dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain.
Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan
menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan
dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan
bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari
solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam
melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di
lingkungan sekolah. Jika dalam suatu pekerjaan untuk menunjukkan hasil dari
pekerjaan kita. Kita pasti akan dituntut untuk menunjukkan apa saja hasil dari
pekerjaan kita dan semua itu pasti akan diuji kebenarannya sehingga orang lain
akan percaya dengan pekerjaan kita.
Berpikir
ilmiah juga sangat penting dalam melakukan penelitian sesuatu, baik tentang
tanaman, hewan, manusia dan sebagainya. Pasti dalam membuat dan mengumpulkan
data itu sendiri harus sesuai dengan kebenaran karena untuk menjelaskan hasil
dari penelitian kita dibutuhkan suatu pemikiran yang ilmiah. Selain itu
berpikir ilmiah juga tanpa emosi dan berpikir sesuai kebenaran yang ada. Untuk
itu sebagai manusia yang ingin selalu menjadi terbaik, kita harus selalu
menggunakan pemikiran ilmiah dalam setiap pendapat rasional orang–orang sekitar
kita akan selalu menganggap kita tidak berpendapat yang omong kosong.Setiap
manusia disamping berpikir ilmiah harus didukung dengan berpikir positif serta
pemikiran-pemikiran yang yang baik. Untuk menjadikan setiap pendapat kita
selalu dapat dipercaya dan diterima oleh semua orang.
2.2 Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
Adapun ciri- ciri berfikir ilmiah
yaitu:
1) Harus obyektif
Seorang ilmuwan dituntut mampu berpikir obyektif atau apa adanya. Seorang yang berpikir obyektif selalu
menggunakan data yang benar.
Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu diperoleh dari sumber dan cara yang benar.
Sebaliknya, data yang tidak
benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu dibuat-buat, misalnya. Data yang benar adalah data yang benar-benar sesuai dengan
kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebihTernyata untuk mendapatkan data
yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang
ilmuwan harus mampu membedakan antara
data yang benar itu dari data yang palsu.
Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu
sebaliknya adalah data palsu. . Banyak orang berpikir salah, oleh karena
mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan seperti ini, maka seorang yang berpikir ilmiah, harus hati-hati terhadap data yang tersedia.
2) Rasional ( masuk akal)
Seorang
berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar. Mereka bisa
mengenali kejadian atau
peristiwai mulai apa yang menjadi sebab dan apa pula akibatnya.
Segala sesuatu selalu
mengikuti hukum sebab dan akibat. Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang
mengadakan. Sesuatu menjadi berkembang, oleh karena
ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena
terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada,
tetapi tetap marah, maka orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan, atau tidak masuk akal.
Orang
berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak
masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru bagi
seseorang yang selalu berikir ilmiah
tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang
sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji terlebih dahulu atas kebenarannya. Begitu pula tatkala
menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang yang berpikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar
yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya
seperti itu, maka seorang yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3) Terbuka
Ciri
seseorang yang berpikir ilmiah adalah
terbuka. Ia selalu memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka
dan masih bisa diisi kembali. Seorang
yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan, baik
berupa pikiran, pandangan,
pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau
sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya sendiri saja
yang benar dan selalu mengabaikan
lainnya dari mana pun asalnya. Seseorang
yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4) Selalu Berorientasi pada Kebenaran
Seorang
berpikir ilmiah adalah selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada kalah dan menang. Seorang yang
berpikir ilmiah sanggup merasa kalah
tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai
sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah
lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi
tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana
apapun harus mampu mengendalikan
diri, agar tidak bersikap emosional,
subyektif, dan tertutup. Keempat hal itulah setidaknya yang harus
disandang oleh warga kampus yang biasa disebut mampu berpikir ilmiah.
2.3
Metode Berfikir Ilmiah
Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu “Meta” yang artinya
sesudah atau dibalik sesuatu, dan “Hodos”
yang artinya jalan yang harus ditempuh (Richard, 1986). Jadi metode berarti
langkah-langkah (cara dan teknik) yang diambil menurut urutan tertentu untuk
mencapai pengetahuan tertentu. Jadi metode berfikir ilmiah adalah prosedur,
cara dan teknik memperoleh pengetahuan, serta untuk membuktikan benar salahnya
suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya (Branner, 2002).
Metode ilmiah ini adalah sebuah prosedur yang
digunakan para ilmuan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukannya dengan cara
kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan kembali
kepada pengetahuan yang telah ada (Kattsoff, 1992). Tujuan dari penggunaan
metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab
berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan
terbatas pada ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu (Milton, 2004).
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang
berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para
filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam
(Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek
ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada
kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan
lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu
berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta
eksperimen dan observasi.
Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara
berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat
didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode
berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam ilmu
pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah
dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang
sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap
apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).
2.4 Langkah-Langkah Metode Ilmiah
Metode ilmiah dilakukan secara
sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan
secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan
secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah
sebagai berikut:
- Merumuskan masalah.
- Merumuskan hipotesis.
- Mengumpulkan data.
- Menguji hipotesis.
- Merumuskan kesimpulan.
1. Merumuskan Masalah
Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah
didahului dengan kesadaran akan adanya masalah. Permasalahan ini kemudian harus
dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya
diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian
menyimpulkannya. Perumusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin
memecahkan sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya
sendiri belum dirumuskan?
2. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari
rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah
dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis
sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat memabntu mengarahkan pada
proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seringkali pada saat melakukan
penelitian, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh karena itu
melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan
data yang benar-benar dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah
dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
3. Mengumpulkan Data
Pengumpulan data merupakan tahapan yang
agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam metode ilmiah. Pengumpulan
data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang sedang menerapkan metode
ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskannya.
Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode ilmiah, sebab berkaitan
dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan
bergantung pada data yang dikumpulkan.
4. Menguji Hipotesis
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa
hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang telah diajukan.
Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis.
Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau
menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis tersebut. Karena
itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus terlebih dahulu
menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang
tetapkan maka akan semakin tinggi pula derjat kepercayaan terhadap hasil suatu
penelitian.Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi berhubungan dengan
ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri.
5. Merumuskan Kesimpulan
Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada
sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan simpulan
harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan
atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi
jelas. Harus dihindarkan untuk menulis data-data yang tidak relevan dengan
masalah yang diajukan, walaupun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan
karena banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting,
walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukannya.
2.4
Manfaat Berfikir Ilmiah
Metode
berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia untuk
memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi kehidupan
manusia. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia terus mengembangkan
pengetahuannya (Liang, 1982).
Menurut
Sugiharto (1996) ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
1.
Berpegang pada sesuartu yang telah ada
(metode keteguhan).
2.
Merujuk kepada pendapat ahli
3.
Berpegang pada intuisi (metode intuisi)
4.
Menggunakan metode ilmiah
Dari keempat
itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan
manusia. Namun cara yang keempat ini, sering disebut sebagai cara ilmuan dalam
memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan
mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian (Magnis, 1992). Cara kerja
ilmuan dengan penelitian ilmiah, muncul sebagai reaksi dari tantangan yang
dihadapi manusia. Pemecahan masalah melalui metode ilmiah tidak akan
pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang
peranan penting dalam membantu manusia untuk memecahkan setiap masalah yang di
hadapinya (Jammer, 1999).
Ilmuan biasanya
bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan menghindari diri dari
pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap pengetahuan yang berasal dari
paham orang awam, mendorong kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik ulang semua
pengetahuan manusia untuk mendapat pengetahuan yang hakiki (Capra, 1998).
Ilmuan mempunyai falsafah yang sama, yaitu dalam penggunaan cara menyelesaikan
masalah dengan menggunakan metode ilmiah (Noeng, 1996). Metode ilmiah selalu
digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah
tertentu dalam kajian tertentu, dapat memudahkan ilmuan dan pengguna hasil
keilmuannya dapat memudahkan melakukan penelusuran. Dalam ilmu pengetahuan ilmiah,
“tidak ada” kebenaran yang sekedar berada di awang-awang meskipun atas nama
logika. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik dan
indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji (Hardiman, 2004).
2.6 Cara Mengembangkan Berfikir
Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah
Kurikulum yang gencar-gencarnya pada
saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini menjadi pengganti dari kurikulum
sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum yaitu dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013, muncul istilah
pendekatan ilmiah atau saintific approach
yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang menjadi petunjuk
keberlangsungan proses belajar mengajar.
Pendekatan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis
siswa ini pun diharapkan menjadi salah satu jalan untuk generasi muda bangsa
setara dengan anak-anak bangsa lain.
Pendekatan menurut Kamus besar
bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yg diteliti, metode untuk mencapai pengertian
tentang masalah penelitian; acangan. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah
penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah. Jadi dapat
diartikan bahwa pendekatan ilmiah merupakan cara yang digunakan dalam mendalami
suatu masalah dengan bidang keilmuan tertentu atau teori tertentu karena itu
menurut Rahmat (2013) banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama
artinya dengan metode.
Pendekatan ilmiah atau saintific approach dalam Kurikulum 2013 menurut Muhammad Faiq (2013) pada
hakikatnya merupakan titian emas perkembangan dan pengembangan sikap (ranah
afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif)
siswa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan ilmiah merupakan ciri khas
dari Kurikulum 2013 dan menjadi kekuatan tersendiri bagi eksistensi Kurikulum
2013 terbukti dari Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. (Sudrajat,
2013)
Penerapan Pendekatan Ilmiah memiliki
beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya yaitu:
a)
Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang
dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b)
Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif
guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c)
Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
d)
Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
e)
Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan,
dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
f)
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
g)
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas,
namun menarik sistem penyajiannya. (Kemdikbud, 2013: 2-3)
Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar,
mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran
sejarah.
Pembelajaran pada pendekatan ilmiah
atau scientific dimulai dari proses
mengamati. Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Konsep
pembelajaran bermakna dapat dirancang sebelumnya oleh guru, hal ini seperti
yang dijelaskan oleh E. Mulyasa (2013: 103) bahwa dalam pembelajaran bermakna
peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari
kegiatan pembelajaran serta pembentukan kompetensi dan karakter. Metode
mengamati sangat baik untuk memenuhi rasa ingin tahu dari siswa walaupun tak
dapat disangsikan memerlukan tenaga dan persiapan yang matang.
Selanjutnya setelah mengamati adalah
menanya. Fungsi dari menanya seperti yang terdapat dalam Kemdikbud (2013: 21)
salah satunya adalah membangkitkan
keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi
jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa dengan pendekatan ilmiah dapat mengasah
kemampuan siswa tidak hanya dalam berpikir
tetapi juga menuangkan pemikirannya dalam kata-kata dengan bahasa yang baik dan
benar.
Bagian
ketiga dari pendekatan ilmiah adalah menalar atau Penalaran (Penalaran Ilmiah)
merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris
yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar
dalam Kurikulum 2013 merupakan padanan dari associating bukan terjemahan
reasoning. (Kemdikbud, 2013:
27)
Bagian selanjutnya adalah mencoba, Kegiatan ini tentu saja harus
diiringi dengan penggunaan metode ilmiah dan sesuai dengan kaidah-kaidah serta
sikap ilmiah.
Sedangkan yang terakhir adalah Membentuk Jejaring, dalam hal ini siswa
dituntut untuk partisipatif dan guru bertindak sebagai mediator, dalam
membentuk jejaring dianjurkan kepada guru untuk membentuk kelompok yang
heterogen.
Komponen-komponen yang meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba
dan membentuk jejaring menjadi tantangan tersendiri bagi pelaksana kurikulum
diantaranya sekolah utamanya adalah guru mata pelajaran. Sejarah sebagai
pelajaran yang memiliki porsi lebih banyak dalam Kurikulum 2013 diharapkan
menjadi salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk karakter peserta didik.
Penerapan pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran sejarah memberikan
tantangan besar terhadap guru sejarah. Keterbatasan sumber dan kompetensi guru
dalam mengondusifkan kondisi pembelajaran menjadi salah satu problematika yang
urgen dalam penerapan pendekatan ilmiah mata pelajaran sejarah. Selanjutnya,
problematika tersebut akan dijelskan ditinjau dari berbagai aspek.
Aspek pertama yang ditinjau adalah aspek kognitif, dalam penerapan
Kurikulum 2013 aspek kognitif berkaitan dengan mengamati dan menalar. Kegiatan
mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningful
learning) dapat dilakukan dengan mengunjungi atau melihat langsung
objek. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, problematika yang diangkat
adalah keterbatasan sumber. Kegiatan mengamati yang harus melihat langsung
objek menjadi problematika tersendiri, karena tidak semua objek dapat dilihat secara
nyata jika tidak adanya media yang memadai ini menyulitkan proses pembelajaran.
Maka perlu adanya dukungan kreativitas dari guru.
Selanjutnya menalar, penalaran pun perlu ditekankan bahwa sumber yang
tersedia bukanlah hasil yang fix sebagai historiografi yang mutlak namun
hal tersebut adalah interpretasi sejarawan yang bisa saja berbeda atau
ditemukan fakta baru. Maka terhadap sumber yang tersedia guru tidak menyatakan
mutlak salah satu historiografi sebagai sejarah yang mutlak. Dengan demikian,
pada ranah kognitif peserta didik diberi kesempatan untuk mencari sendiri dan
guru bertindak sebagai mediator, agar pengetahuan itu menjadi bermakna.
Aspek selanjutnya yaitu aspek afektif, dalam hal ini kaitannya
dengan mencoba. Mencoba yang sebelumnya
dijelaskan perlu memiliki sikap ilmiah, dalam hal ini agak kesulitan juga
karena dalam kaitannya dengan mencoba siswa dituntut untuk lebih aktif. Dalam
hal ini misalnya diadakan penelitian kecil-kecilan, tentu saja sumber juga
terbatas dan kesulitan karena untuk sekolah menengah ini menjadi salah satu
kendala. Mengkaji dari hal ini, kegiatan mencoba juga merupakan kegiatan yang
memiliki kendala cukup besar uatamanya dalam pembelajaran sejarah, jadi menurut
saya tidak semua kompetensi dalam pembelajaran sejarah dapat melakukan kegiatan
mencoba, untuk itu perlu menjadi perhatian bagi guru dalam pembuatan RPP dan
pelaksanaanya.
Aspek yang terakhir yaitu aspek psikomotor, aspek ini berkaitan dengan
membentuk jejaring dan menanya. Menanya seperti yang diungkapkan sebelumnya,
dilakukan untuk mengembangkan keterampilan berbicara dan membentuk jejaring
yang dalam hal ini saya artikan menjadi ‘mencipta’ jadi diharapkan setelah
proses pembelajaran siswa menghasilkan product.
Kompetensi guru yang memadai juga menjadi penting dalam kegiatan
belajar mengajar. Kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk
jejaring tidak akan bermakna jika guru tetap bertahan pada ‘gaya lama’ dalam
mengajar. Maka perlu menjadi catatan, bahwa orientasi
kurikulum dimana siswa sebagai pusat perlu memerhatikan kompetensi guru dalam
proses belajar mengajar. Solusinya yaitu sosialisasi yang lebih intim dari
pihak terkait karena posisi guru adalah posisi penting dalam pelaksanaan
kurikulum 2013.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir
Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan
dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain.
Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan
menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan
dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan
bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari
solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam
melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di
lingkungan sekolah.
Kurikulum
yang gencar-gencarnya pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini
menjadi pengganti dari kurikulum sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum
yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013,
muncul istilah pendekatan ilmiah atau saintific
approach yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang
menjadi petunjuk keberlangsungan proses
belajar mengajar. Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk
semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah.
DAFTAR PUSTAKA

BERFIKIR ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN
SEJARAH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Strategi Belajar Mengajar)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr.
Suranto M.Pd.
Oleh :
Muhasanah
(120210302031)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Berfikir Ilmiah
Dalam Pembelajaran Sejarah “dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini
kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr.
Suranto M.Pd.selaku dosen pembimbing
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar. Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi
kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah
ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun pembaca.
Jember,28
Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman Judul....................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
1.1
Latar
Belakang.................................................................................... 4
1.2
Rumusan
Masalah............................................................................... 4
1.3
Tujuan ................................................................................................. 5
BAB 2. PEMBAHASAN..................................................................................... 6
2.1
Pengertian
Berfikir Ilmiah .................................................................. 6
2.2
Ciri- Ciri
Berfikir Ilmiah...................................................................... 8
2.3
Metode Berfikir Ilmiah....................................................................... 10
2.4
Langkah –
Langkah Berfikir Ilmiah.................................................... 11
2.5
Manfaat
Berfikir Ilmiah...................................................................... 13
2.6
Cara
Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran
Sejarah................................................................................................. 15
BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai
makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai kemampuan untuk mengetahui
diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi kendala
dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Karenanya tidak salah jika Tuhan
menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi, melalui
penciptaan kebudayaan. Proses penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang
didapatkan oleh manusia di mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni
kemampuan manusia untuk berfikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan
yang sama dengan manusia dalam hal berfikir, tetapi makhluk yang terakhir hanya
dapat berfikir dengan kemampuan terbatas pada instink dan demi kelangsungan
hidupnya. Berbeda dengan hewan, manusia dapat kesadaran manusia dalam proses
berfikir melampaui diri dan kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan
kebudayaan dan peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat
dilakukan oleh makhluk Tuhan yang lain.
Dalam
membahas pengetahuan ilmiah, kegiatan berfikir belum dapat dimasukkan sebagai
bagian dari kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi beberapa persyaratan tertentu
yang disebut sebagai pola fikir. Berfikir dengan mendasarkan pada kerangka
fikir tertentu inilah yang disebut sebagai penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah.
Dengan demikian tidak semua kegiatan berfikir dapat dikategorikan sebagai
kegiatan berfikir ilmiah, dan begitu pula kegiatan penalaran atau suatu
berfikir ilmiah tidak sama dengan berfikir.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan
Masalahnya yaitu:
1. Apakah
pengertian berfikir ilmiah ?
2. Apa
sajakah Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah?
3. Bagaimanakah
Metode Berfikir Ilmiah?
4. Bagaimanakah
Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah?
5. Apa
sajakah Manfaat Berfikir Ilmiah?
6. Bagaimankah
Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah?
1.3 Tujuan
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Berfikir Ilmiah
2. Untuk
Mengetahui Mengetahui Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
3. Untuk
Mengetahui Metode Berfikir Ilmiah
4. Untuk
Langkah- Langkah Berfikir Ilmiah
5. Untuk
Mengetahui Manfaat Berfikir Ilmiah
6. Untuk
Mnegetahui Cara Mengembangkan Berfikir Ilmiah Dalam pembelajaran sejarah
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Berfikir Ilmiah
Pengertian berfikir ilmiah menurut
para ahli antara lain:
1. Berfikir ilmiah adalah
berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas secara
mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan. (Hillway,1956).
2. Berpikir ilmiah adalah
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb.
secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan atau
menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. (uripsantoso.wordpress.com)
3. Pengertian berpikir ilmiah (Menurut Salam (1997:139))
1. Proses atau
aktivitas manusia untuk menemukan/ mendapatkan ilmu.
2. Proses berpikir
untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3. Sarana berpikir
ilmiah.
4. Sarana berpikir
ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang
harus ditempuh.
5. Tanpa penguasaan
sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir
ilmiah yang baik.
6. Merupakan alat
bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
7. Mempunyai metode
tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya
sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
4. Berpikir merupakan
kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah
kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,)
5. Berpikir ilmiah, yaitu
berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai
pembuktian-pembuktian. ( Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
6. Berfikir ilmiah merupakan
proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang
berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman)
7. Logika alamiah adalah
kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.(wikipedia bahasa
indonesia, ensiklopedia bebas)
8. Berfikir ilmiah adalah
pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S. Suria Sumantri, 1984)
9. Berpikir ilmiah adalah
metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh
mulyana Mubarak, SE)
Berpikir
Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan
dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain.
Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan
menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan
dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan
bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari
solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam
melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di
lingkungan sekolah. Jika dalam suatu pekerjaan untuk menunjukkan hasil dari
pekerjaan kita. Kita pasti akan dituntut untuk menunjukkan apa saja hasil dari
pekerjaan kita dan semua itu pasti akan diuji kebenarannya sehingga orang lain
akan percaya dengan pekerjaan kita.
Berpikir
ilmiah juga sangat penting dalam melakukan penelitian sesuatu, baik tentang
tanaman, hewan, manusia dan sebagainya. Pasti dalam membuat dan mengumpulkan
data itu sendiri harus sesuai dengan kebenaran karena untuk menjelaskan hasil
dari penelitian kita dibutuhkan suatu pemikiran yang ilmiah. Selain itu
berpikir ilmiah juga tanpa emosi dan berpikir sesuai kebenaran yang ada. Untuk
itu sebagai manusia yang ingin selalu menjadi terbaik, kita harus selalu
menggunakan pemikiran ilmiah dalam setiap pendapat rasional orang–orang sekitar
kita akan selalu menganggap kita tidak berpendapat yang omong kosong.Setiap
manusia disamping berpikir ilmiah harus didukung dengan berpikir positif serta
pemikiran-pemikiran yang yang baik. Untuk menjadikan setiap pendapat kita
selalu dapat dipercaya dan diterima oleh semua orang.
2.2 Ciri- Ciri Berfikir Ilmiah
Adapun ciri- ciri berfikir ilmiah
yaitu:
1) Harus obyektif
Seorang ilmuwan dituntut mampu berpikir obyektif atau apa adanya. Seorang yang berpikir obyektif selalu
menggunakan data yang benar.
Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu diperoleh dari sumber dan cara yang benar.
Sebaliknya, data yang tidak
benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu dibuat-buat, misalnya. Data yang benar adalah data yang benar-benar sesuai dengan
kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebihTernyata untuk mendapatkan data
yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang
ilmuwan harus mampu membedakan antara
data yang benar itu dari data yang palsu.
Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu
sebaliknya adalah data palsu. . Banyak orang berpikir salah, oleh karena
mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan seperti ini, maka seorang yang berpikir ilmiah, harus hati-hati terhadap data yang tersedia.
2) Rasional ( masuk akal)
Seorang
berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar. Mereka bisa
mengenali kejadian atau
peristiwai mulai apa yang menjadi sebab dan apa pula akibatnya.
Segala sesuatu selalu
mengikuti hukum sebab dan akibat. Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang
mengadakan. Sesuatu menjadi berkembang, oleh karena
ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena
terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada,
tetapi tetap marah, maka orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan, atau tidak masuk akal.
Orang
berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak
masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru bagi
seseorang yang selalu berikir ilmiah
tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang
sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji terlebih dahulu atas kebenarannya. Begitu pula tatkala
menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang yang berpikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar
yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya
seperti itu, maka seorang yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3) Terbuka
Ciri
seseorang yang berpikir ilmiah adalah
terbuka. Ia selalu memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka
dan masih bisa diisi kembali. Seorang
yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan, baik
berupa pikiran, pandangan,
pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau
sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya sendiri saja
yang benar dan selalu mengabaikan
lainnya dari mana pun asalnya. Seseorang
yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4) Selalu Berorientasi pada Kebenaran
Seorang
berpikir ilmiah adalah selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada kalah dan menang. Seorang yang
berpikir ilmiah sanggup merasa kalah
tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai
sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah
lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi
tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana
apapun harus mampu mengendalikan
diri, agar tidak bersikap emosional,
subyektif, dan tertutup. Keempat hal itulah setidaknya yang harus
disandang oleh warga kampus yang biasa disebut mampu berpikir ilmiah.
2.3
Metode Berfikir Ilmiah
Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu “Meta” yang artinya
sesudah atau dibalik sesuatu, dan “Hodos”
yang artinya jalan yang harus ditempuh (Richard, 1986). Jadi metode berarti
langkah-langkah (cara dan teknik) yang diambil menurut urutan tertentu untuk
mencapai pengetahuan tertentu. Jadi metode berfikir ilmiah adalah prosedur,
cara dan teknik memperoleh pengetahuan, serta untuk membuktikan benar salahnya
suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya (Branner, 2002).
Metode ilmiah ini adalah sebuah prosedur yang
digunakan para ilmuan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukannya dengan cara
kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan kembali
kepada pengetahuan yang telah ada (Kattsoff, 1992). Tujuan dari penggunaan
metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab
berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan
terbatas pada ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu (Milton, 2004).
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang
berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para
filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam
(Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek
ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada
kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan
lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu
berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta
eksperimen dan observasi.
Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara
berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat
didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode
berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam ilmu
pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah
dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang
sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap
apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).
2.4 Langkah-Langkah Metode Ilmiah
Metode ilmiah dilakukan secara
sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan
secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan
secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah
sebagai berikut:
- Merumuskan masalah.
- Merumuskan hipotesis.
- Mengumpulkan data.
- Menguji hipotesis.
- Merumuskan kesimpulan.
1. Merumuskan Masalah
Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah
didahului dengan kesadaran akan adanya masalah. Permasalahan ini kemudian harus
dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya
diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian
menyimpulkannya. Perumusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin
memecahkan sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya
sendiri belum dirumuskan?
2. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari
rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah
dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis
sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat memabntu mengarahkan pada
proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seringkali pada saat melakukan
penelitian, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh karena itu
melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan
data yang benar-benar dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah
dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
3. Mengumpulkan Data
Pengumpulan data merupakan tahapan yang
agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam metode ilmiah. Pengumpulan
data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang sedang menerapkan metode
ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskannya.
Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode ilmiah, sebab berkaitan
dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan
bergantung pada data yang dikumpulkan.
4. Menguji Hipotesis
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa
hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang telah diajukan.
Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis.
Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau
menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis tersebut. Karena
itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus terlebih dahulu
menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang
tetapkan maka akan semakin tinggi pula derjat kepercayaan terhadap hasil suatu
penelitian.Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi berhubungan dengan
ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri.
5. Merumuskan Kesimpulan
Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada
sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan simpulan
harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan
atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi
jelas. Harus dihindarkan untuk menulis data-data yang tidak relevan dengan
masalah yang diajukan, walaupun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan
karena banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting,
walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukannya.
2.4
Manfaat Berfikir Ilmiah
Metode
berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia untuk
memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi kehidupan
manusia. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia terus mengembangkan
pengetahuannya (Liang, 1982).
Menurut
Sugiharto (1996) ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
1.
Berpegang pada sesuartu yang telah ada
(metode keteguhan).
2.
Merujuk kepada pendapat ahli
3.
Berpegang pada intuisi (metode intuisi)
4.
Menggunakan metode ilmiah
Dari keempat
itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan
manusia. Namun cara yang keempat ini, sering disebut sebagai cara ilmuan dalam
memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan
mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian (Magnis, 1992). Cara kerja
ilmuan dengan penelitian ilmiah, muncul sebagai reaksi dari tantangan yang
dihadapi manusia. Pemecahan masalah melalui metode ilmiah tidak akan
pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang
peranan penting dalam membantu manusia untuk memecahkan setiap masalah yang di
hadapinya (Jammer, 1999).
Ilmuan biasanya
bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan menghindari diri dari
pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap pengetahuan yang berasal dari
paham orang awam, mendorong kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik ulang semua
pengetahuan manusia untuk mendapat pengetahuan yang hakiki (Capra, 1998).
Ilmuan mempunyai falsafah yang sama, yaitu dalam penggunaan cara menyelesaikan
masalah dengan menggunakan metode ilmiah (Noeng, 1996). Metode ilmiah selalu
digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah
tertentu dalam kajian tertentu, dapat memudahkan ilmuan dan pengguna hasil
keilmuannya dapat memudahkan melakukan penelusuran. Dalam ilmu pengetahuan ilmiah,
“tidak ada” kebenaran yang sekedar berada di awang-awang meskipun atas nama
logika. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik dan
indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji (Hardiman, 2004).
2.6 Cara Mengembangkan Berfikir
Ilmiah Dalam Pembelajaran Sejarah
Kurikulum yang gencar-gencarnya pada
saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini menjadi pengganti dari kurikulum
sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum yaitu dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013, muncul istilah
pendekatan ilmiah atau saintific approach
yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang menjadi petunjuk
keberlangsungan proses belajar mengajar.
Pendekatan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis
siswa ini pun diharapkan menjadi salah satu jalan untuk generasi muda bangsa
setara dengan anak-anak bangsa lain.
Pendekatan menurut Kamus besar
bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yg diteliti, metode untuk mencapai pengertian
tentang masalah penelitian; acangan. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah
penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah. Jadi dapat
diartikan bahwa pendekatan ilmiah merupakan cara yang digunakan dalam mendalami
suatu masalah dengan bidang keilmuan tertentu atau teori tertentu karena itu
menurut Rahmat (2013) banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama
artinya dengan metode.
Pendekatan ilmiah atau saintific approach dalam Kurikulum 2013 menurut Muhammad Faiq (2013) pada
hakikatnya merupakan titian emas perkembangan dan pengembangan sikap (ranah
afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif)
siswa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan ilmiah merupakan ciri khas
dari Kurikulum 2013 dan menjadi kekuatan tersendiri bagi eksistensi Kurikulum
2013 terbukti dari Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. (Sudrajat,
2013)
Penerapan Pendekatan Ilmiah memiliki
beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya yaitu:
a)
Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang
dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b)
Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif
guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c)
Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
d)
Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
e)
Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan,
dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
f)
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
g)
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas,
namun menarik sistem penyajiannya. (Kemdikbud, 2013: 2-3)
Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar,
mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran
sejarah.
Pembelajaran pada pendekatan ilmiah
atau scientific dimulai dari proses
mengamati. Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Konsep
pembelajaran bermakna dapat dirancang sebelumnya oleh guru, hal ini seperti
yang dijelaskan oleh E. Mulyasa (2013: 103) bahwa dalam pembelajaran bermakna
peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari
kegiatan pembelajaran serta pembentukan kompetensi dan karakter. Metode
mengamati sangat baik untuk memenuhi rasa ingin tahu dari siswa walaupun tak
dapat disangsikan memerlukan tenaga dan persiapan yang matang.
Selanjutnya setelah mengamati adalah
menanya. Fungsi dari menanya seperti yang terdapat dalam Kemdikbud (2013: 21)
salah satunya adalah membangkitkan
keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi
jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa dengan pendekatan ilmiah dapat mengasah
kemampuan siswa tidak hanya dalam berpikir
tetapi juga menuangkan pemikirannya dalam kata-kata dengan bahasa yang baik dan
benar.
Bagian
ketiga dari pendekatan ilmiah adalah menalar atau Penalaran (Penalaran Ilmiah)
merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris
yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar
dalam Kurikulum 2013 merupakan padanan dari associating bukan terjemahan
reasoning. (Kemdikbud, 2013:
27)
Bagian selanjutnya adalah mencoba, Kegiatan ini tentu saja harus
diiringi dengan penggunaan metode ilmiah dan sesuai dengan kaidah-kaidah serta
sikap ilmiah.
Sedangkan yang terakhir adalah Membentuk Jejaring, dalam hal ini siswa
dituntut untuk partisipatif dan guru bertindak sebagai mediator, dalam
membentuk jejaring dianjurkan kepada guru untuk membentuk kelompok yang
heterogen.
Komponen-komponen yang meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba
dan membentuk jejaring menjadi tantangan tersendiri bagi pelaksana kurikulum
diantaranya sekolah utamanya adalah guru mata pelajaran. Sejarah sebagai
pelajaran yang memiliki porsi lebih banyak dalam Kurikulum 2013 diharapkan
menjadi salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk karakter peserta didik.
Penerapan pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran sejarah memberikan
tantangan besar terhadap guru sejarah. Keterbatasan sumber dan kompetensi guru
dalam mengondusifkan kondisi pembelajaran menjadi salah satu problematika yang
urgen dalam penerapan pendekatan ilmiah mata pelajaran sejarah. Selanjutnya,
problematika tersebut akan dijelskan ditinjau dari berbagai aspek.
Aspek pertama yang ditinjau adalah aspek kognitif, dalam penerapan
Kurikulum 2013 aspek kognitif berkaitan dengan mengamati dan menalar. Kegiatan
mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningful
learning) dapat dilakukan dengan mengunjungi atau melihat langsung
objek. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, problematika yang diangkat
adalah keterbatasan sumber. Kegiatan mengamati yang harus melihat langsung
objek menjadi problematika tersendiri, karena tidak semua objek dapat dilihat secara
nyata jika tidak adanya media yang memadai ini menyulitkan proses pembelajaran.
Maka perlu adanya dukungan kreativitas dari guru.
Selanjutnya menalar, penalaran pun perlu ditekankan bahwa sumber yang
tersedia bukanlah hasil yang fix sebagai historiografi yang mutlak namun
hal tersebut adalah interpretasi sejarawan yang bisa saja berbeda atau
ditemukan fakta baru. Maka terhadap sumber yang tersedia guru tidak menyatakan
mutlak salah satu historiografi sebagai sejarah yang mutlak. Dengan demikian,
pada ranah kognitif peserta didik diberi kesempatan untuk mencari sendiri dan
guru bertindak sebagai mediator, agar pengetahuan itu menjadi bermakna.
Aspek selanjutnya yaitu aspek afektif, dalam hal ini kaitannya
dengan mencoba. Mencoba yang sebelumnya
dijelaskan perlu memiliki sikap ilmiah, dalam hal ini agak kesulitan juga
karena dalam kaitannya dengan mencoba siswa dituntut untuk lebih aktif. Dalam
hal ini misalnya diadakan penelitian kecil-kecilan, tentu saja sumber juga
terbatas dan kesulitan karena untuk sekolah menengah ini menjadi salah satu
kendala. Mengkaji dari hal ini, kegiatan mencoba juga merupakan kegiatan yang
memiliki kendala cukup besar uatamanya dalam pembelajaran sejarah, jadi menurut
saya tidak semua kompetensi dalam pembelajaran sejarah dapat melakukan kegiatan
mencoba, untuk itu perlu menjadi perhatian bagi guru dalam pembuatan RPP dan
pelaksanaanya.
Aspek yang terakhir yaitu aspek psikomotor, aspek ini berkaitan dengan
membentuk jejaring dan menanya. Menanya seperti yang diungkapkan sebelumnya,
dilakukan untuk mengembangkan keterampilan berbicara dan membentuk jejaring
yang dalam hal ini saya artikan menjadi ‘mencipta’ jadi diharapkan setelah
proses pembelajaran siswa menghasilkan product.
Kompetensi guru yang memadai juga menjadi penting dalam kegiatan
belajar mengajar. Kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk
jejaring tidak akan bermakna jika guru tetap bertahan pada ‘gaya lama’ dalam
mengajar. Maka perlu menjadi catatan, bahwa orientasi
kurikulum dimana siswa sebagai pusat perlu memerhatikan kompetensi guru dalam
proses belajar mengajar. Solusinya yaitu sosialisasi yang lebih intim dari
pihak terkait karena posisi guru adalah posisi penting dalam pelaksanaan
kurikulum 2013.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir
Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan
dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain.
Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan
menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan
dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa,siapa,dimana,kapan,dan
bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari
solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam
melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di
lingkungan sekolah.
Kurikulum
yang gencar-gencarnya pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum ini
menjadi pengganti dari kurikulum sebelumnya yang berkembang di Indonesia yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seiring dengan perubahan kurikulum
yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013,
muncul istilah pendekatan ilmiah atau saintific
approach yang menarik untuk dikaji terlebih bagi kalangan pendidik yang
menjadi petunjuk keberlangsungan proses
belajar mengajar. Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk
semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar